ADA APA
DENGAN RANAH MINANG ?
Provinsi Sumatera Barat identik dengan nama kota
Padang yang terdapat didalamnya. Kota tersebut menjadi ikon tersendiri bagi
kekhasan dan keunikan dari provinsi tersebut. Di kota atau daerah yang bernama
Padang itulah berlangsung kehidupan daripada manusia yang berasal dari daerah
tersebut, baik yang merupakan keturunan maupun penduduk pendatang.
Provinsi Sumatera Barat, tepatnya kota Padang,
mempunyai suatu suku yang dinamakan suku Minangkabau. Disuku itulah semua
keunikan, kepercayaan, kekhasan, kelebihan dari suatu golongan ada dan situkan
menjadi sebuah keunikan tersendiri. Setiap golongan atau suku maupun daerah
atau negara pasti mempunyai kearifan lokal masing-masing yang merupakan salah
satu alat yang menjadi daya tarik dan suatu nilai lebih dari golonagn tersebut.
Kearifan
Lokal merupakan adat dan kebiasan yang
telah mentradisi dilakukan oleh sekelompok masyarakat secara turun temurun yang
hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya oleh masyarakat hukum adat dalam suatu wilayah di
negara tercinta Indonesia ini, seperti Subak di Bali, Bera di Kalimantan, Minangkabau di Sumatera Barat dan
lain sebagainya.
a. Kearifan
Lokal yang berkaitan dengan pengelolaan Hutan Tanah dan Air
Di
Propinsi Sumatera Barat yang sering juga disebut dengan Ranah Minang, juga
terdapat beberapa jenis Kearifan Lokal yang berkaitan dengan pengelolaan Hutan
Tanah dan Air diantaranya Rimbo Larangan,
Banda Larangan, Tabek Larangan, Mamutiah Durian, Parak, Menanam Tanaman Keras
sebelum Nikah, Goro Basamo dan masih banyak lagi yang lainnya.
1. Rimbo
Larangan (Hutan Larangan )
Yaitu
hutan yang menurut aturan adat tidak boleh ditebang karena fungsinya yang
sangat vital sekali sebagai persediaan air sepanjang waktu untuk keperluan
masyarakat, selain itu kayu yang tumbuh dihutan juga dipandang sebagai perisai
untuk melindungi segenap masyarakat yang bermukim disekitar hutan dari bahaya
tanah longsor.
2. Banda
Larangan ( Sungai, Anak Sungai / Kali Larangan )
Merupakan
suatu aliran sungai yang tetap dijaga agar tidak tercemar dari bahan atau benda
yang bersifat dapat memusnahkan segenap binatang dan biota lainnya yang ada di
aliran sungai sehingga tidak menjadi punah, seperti halnya warga masyarakat
tidak boleh menangkap ikan dengan cara Pengeboman, memakai racun, memakai
aliran listrik dan lain sebagainya.
3. Tabek Larangan ( tebat larangan )
Yaitu
Kolam air yang dibuat secara bersama oleh masyarakat pada zaman dulu dengan
tujuan untuk persediaan air bagi kepentingan masyarakat dan didalam Tabek tersebut juga dipelihara berbagai
jenis ikan, saat untuk membuka Tabek
Larangan tersebut sama dengan seperti di Banda Larangan.
4. Mamutiah
durian ( memutih durian )
Yaitu
kegiatan menguliti pohon durian apabila kedapatan salah seorang warga
masyarakat pemilik pohon durian yang memanjat dan memetik buah durian sebelum
durian itu matang, hal itu dilakukan sebagai sanksi moral bagi masyarakat yang
melakukannya karena dipandang tidak mempunyai rasa sosial antar sesama.
5. Parak
Yaitu suatu lahan tempat
masyarakat berusaha tani dimana terdapat keberagaman jenis tanaman yang dapat
dipanen sepanjang waktu secara bergiliran, sehingga pada lahan parak ini terdapat nilai ekonomi yang
yang berkelanjutan.
6. Menanam
Tanaman Keras
disaat
seorang laki-laki akan memasuki jenjang perkawinan bertujuan untuk tabungan
disaat sudah punya keturunan nanti untuk kebutuhan keluarga, biasanya tanaman
yang ditanam berupa Kelapa, Kayu ( Surian ) Suren dan tanaman lainnya yang
penuh dengan manfaat.
7. Goro Basamo
Kegiatan
kerja bersama secara gotong royong untuk kepentingan masyarakat banyak seperti
membuat jalan baru, bangunan rumah ibadah, membersihkan tali bandar (sungai),
menanam tanaman keras dan lain sebagainya.
b. Suku,
Adat, Tradisi Serta Kepercayaan Di Minangkabau
Minangkabau
yang terdiri dari berbagai macam suku yang pada awalnya bersumber dari dua suku
tertua yaitu Koto Piliang dan Bodi Chaniago yang merupakan warisan
dari Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan kemudian
kedua suku tersebut mekar seiring dengan bertambah luasnya daerah Minangkabau
dan penduduknya.
Anggota
suatu suku terdiri atas sebuah keluarga dan keturunannya. Setiap suku harus ada
pemimpinnya supaya anggota suku tersebut tidak terpecah belah dan bisa
diarahkan kepada hal yang baik. Pemimpin dari suatu suku disebut dengan
Penghulu yang memiliki gelar. Gelar tersebut diberikan secara turun temurun
dari generasi pertama hingga generasi selanjutnya. Pewarisan suku kepada anak
adalah berdasarkan suku ibunya. Maka, berdasarkan aturan tersebut, Minangkabau
menjadi salah satu dari segelintir negara didunia yang menganut sistem
matrilineal.
c. Perkawinan Antara Dua
Suku
Begitu
banyaknya suku di Minangkabau dan perkawinan antara dua suku yang sejenis
dilarang. Seorang wanita akan di perbolehkan menikah dengan laki-laki yang
berasal dari suku lain atau dari luar suku wanita tersebut, apabila terdapat
pernikahan dalam satu suku yang sama, maka masyarakat berhak memberikan sanksi
sesuai dengan aturan adat di Minangkabau. Biasanya orang yang menikah dengan
suku yang sama akan dibung oleh adat, mereka tidak diperbolehkan lagi tinggal
di daerah tersebut. Akan tetapi, jika pernikahan itu terjadi antara dua suku
yang berbeda maka anak hasil dari pernikahan itu nantinya akan mengikuti suku
ibunya, bukan ayahnya. Posisi ayah atau seorang suami di Minangkabau biasanya
disebut sebagai Sumando.
Sumando
adalah orang luar (pendatang) di keluarga
istrinya dan dia harus menjadi pelindung keluarganya. Seorang sumando juga bisa menjadi mamak di keluarganya dan bertugas untuk
mengarahkan kamanakannya. Sesuai
dengan pepatah, “ Anak dipangku,
kamanakan dibimbiang”. Maka, seorang sumando
itu wajib menjadi ayah yang hebat bagi anak anaknya, memberikan contoh yang
baik dan mengarahkan dan membimbing kamanakannya. Selain itu, seorang sumando juga tidak diperbolehkan untuk
membawa harta sang istri ke keluarganya, karena sumando hanyalah pendatang di keluarga sang istri. Ada 4 kriteria sumando yang terkenal di Minangkabau,
yaitu :
1.
Sumando
niniak mamak
merupakan
sumando yang bertanggungjawab
terhadap keluarganya, baik dalam keluarga istri maupun keluarganya sendiri, dan
berhasil menjadi suri teladan bagi anaknya dan membimbing serta mengarahkan kamanakannya, begitu juga dengan budi
pekertinya dalam bergaul dengan masyarakat sekitar.
2.
Sumando
langau hijau
adalah
sebutan bagi sumando yang kerjaannya
hanya kawin cerai dan memiliki anak dimana-mana.
3.
Sumando
kacang miang
adalah
sebutan bagi sumando yang hanya
menjadi pengganggu dan merusak ketentraman di lingkungan masyarakat.
4.
Sumando
lapiak buruak
adalah
sebutan bagi sumando yang hanya
berdiam diri di rumah istrinya, bahkan sampai melupakan kampung halaman dan kemenakannya.
5.
Sumando
apak paja
adalah
sebutan bagi sumando yang hanya bisa
menjadi pejantan biasa saja.
6.
Sumando
gadang malendo
adalah
sebutan bagi sumando yang tidak sopan
telah mendahului para mamak di rumah
istrinya dalam mengatur para kamanakan
dan berlagak tanpa malu malu bagaikan pemimpin (kepala kaum) di keluarga
istrinya.
e. Keunikan
Pada Suku Minangkabau
Minangkabau
memiliki sistem kekerabatan yang unik dan beda dengan daerah lainnya yaitu
sistem kekerabatan matrilineal. Sistem kekerabatan menurut garis keturunan Ibu
tersebut menjadikan wanita di Minangkabau menempati posisi yang sangat penting
dalam kaumnya. Sistem matrilineal tersebut menjadi sebuah kearifan lokal
masyarakat Minang sejak dahulu sampai dengan saat sekarang ini.
Peran
Bundo Kanduang sangat besar sekali pengaruhnya bagi perkembangan suatu suku.
Meskipun sistem tersebut terikat dengan adat, kehidupan masyarakat Minang juga
harus dibarengi dengan kesungguhan dalam menjalankan syariat Agama Islam yang
dianutnya.
Adat
Istiadat di Minangkabau dibuat untuk mengatur tata prilaku atau adab pergaulan
sehari-hari yang selalu berpedoman kepada Alqur’an sebagai wahyu yang
diturunkan oleh Allah SWT karena kecintaanNya kepada hambaNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar