Senin, 07 Desember 2015

KESEJAHTERAAN SOSIAL YANG BERDAULAT


disusun untuk mengikuti Ujian Akhir Semester mata kuliah Pendidikan Agama Islam
pada Program Studi Pendidikan Matematika


Disusun Oleh :
Sri Rahmayuni
2225141755


                                                                                                            


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Kedaulatan Rakyat dalam Menciptakan Kesejahteraan Sosial di Indonesia.
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw., beserta keluarga, sahabat serta umatnya dan senantiasa setia hingga akhir zaman.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat mengikuti Pembelajaran Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di prodi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Imu Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa tahun akademik 2014/ 2015.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang sudah  memberikan bimbingan dan bantuan baik moril maupun materil dalam penyusunan makalah ini.
Penulis  menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi maupun bentuk penulisannya karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya untuk penulis selaku penyusun dan umumnya untuk pembaca.







Serang,  Desember 2014



Penyusun
DAFTAR ISI

COVER………………………………………….……………………………………..i
KATA PENGANTAR……………………………………………………..……...…..ii
DAFTAR ISI……………………………….…………………………………...…….iii
BAB I  PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang……………………………………………………..………….1
1.2              Rumusan Masalah…………………………………………………………......2
1.3              Tujuan Penulisan…………………………………………………….………...2
1.4              Metode Penulisan……….……………………………………………………..3
1.5              Sistematika Penulisan…………………………………………………….........3
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Kedaulatan Rakyat………………………………………….…..………………....4
2.2  Kesejahteraan Sosial dalam Islam…………………...…………………………...10
2.3  Hubungan antara Kedaulatan Rakyat dalam  Menciptakan Kesejahteraan Sosial dalam Islam di Indonesia……………………….…………………………...……16
BAB III PENUTUP    
3.1       Kesimpulan…………………………………………………………………...17
3.2       Saran………………………………….....…………………...……………….17
DAFTAR PUSTAKA……….…………………………..…………………...……….18












BAB I
PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang
Kedaulatan bagi sebuah negara adalah penting sekali. Negara yang sudah merdeka berarti itu sudah memiliki kedaulatan, oleh karena kemerdekaan adalah hak setiap bangsa di dunia dan merupakan hak asazi setiap manusia di dunia. Bangsa Indonesia mengutuk dan anti penjajahan seperti yang ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea pertama.
Kedaulatan rakyat mengandung arti, bahwa yang terbaik dalam masyarakat ialah yang dianggap baik oleh semua orang yang merupakan rakyat. Pengertian kedaulatan itu sendiri adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang tersedia. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat membawa konsekuensi, bahwa rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Manusia diciptakan Allah SWT dalam kondisi merdeka. Manusia tidak tun¬‎duk kepada siapapun kecuali kepada-Nya. Hal ini merupakan cermin kebebasan ‎manusia dari ikatan-ikatan perbudakan. Bahkan misi kenabian Muhammad SAW ‎adalah melepaskan manusia dari beban dan rantai yang membelenggunya (al-‎A’râf: 157). Setiap manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, ‎mempunyai kebebasan dalam berpikir, bertindak (berusaha), dan ber¬sikap dalam ‎rangka menciptakan kehidupan yang sejahtera, baik spirituil maupun materiil.‎
Akan tetapi, kebebasan manusia sebagai individu atau kelompok, tidak bisa ‎dilepaskan dari individu atau kelompok lainnya. Kepentingan individu harus ‎dikorbankan jika bertentangan dengan kepentingan yang menyangkut hajat hidup ‎orang banyak.‎
Kesejahteraan sosial terkait erat dengan keadilan sosial (al-‘adâlah al-‎Ijtimâ‘iyyah). Kesejahteran sosial hanyalah idiom-idiom kosong yang melambung di ‎ruang hampa manakala melupakan prasyarat yang paling signifikan yaitu keadilan. ‎Sebab kesejahteraan sosial merupakan tujuan (goal) yang ingin dicapai, sedang¬‎kan keadilan sosial merupakan shirâthal mustaqîm menuju kesuksesan penca¬‎paian tujuan. Dengan demikian, keadilan di semua bidang, baik materiil maupun ‎spirituil, akan membawa ke arah terciptanya kesejahteraan. ‎
Islam sangat respek dengan tema-tema tentang kesejahteraan sosial. ‎Dalam bidang ekonomi, Islam mengatur distribusi kekayaan agar tidak hanya ‎beredar di kalangan para konglomerat (kay lâ yakûna dûlatan bayna al-aghniyâ’ ‎minkum: al-Hayr: 7). Di samping perannya sebagai agama yang menyeru kepada ‎ajaran tauhid, Islam juga berperan sebagai agama advokasi. Hal ini tergambar dari ‎antusiasme ajaran Islam yang mempunyai keberpihakan kepada kelompok lemah ‎‎(mustadh‘afîn) lewat program zakat. Program zakat meru¬pa¬kan program yang ‎bermuatan ritual dan sosial. Sebagai program ritual, zakat ada¬lah implementasi ‎dari rasa syukur individu atas karunia (kekayaan) yang dibe¬rikan oleh Allah. ‎Sedangkan sebagai program sosial, zakat berfungsi sebagai program aksi ‎pemerataan distribusi dalam rangka mengurangi jumlah kemiskinan. ‎
Dalam pengelolaan negara, Islam memberikan panduan bagi pemimpin ‎negara agar dalam pengambilan keputusan dan kebijakan senantiasa berpihak ‎atas nama kesejahteraan rakyatnya (‎تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة‎). Bukan dalam ‎rangka membangun kekuasaan, menumpuk kekayaan dan mengumbar janji. ‎Semoga dalam Pemilu Presiden 5 Juli 2004 yang akan datang bisa melahirkan ‎figur pemimpin yang adil sehingga mampu menyibak fajar kesejahteraan merekah ‎cerah di wajah masyarakat yang lelah menahan resah.‎

1.2              Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Kedaulatan Rakyat ?
2.      Apakah ynag dimaksud dengan Kesejahteraan Sosial dalam Islam ?
3.      Bagaimana hubungan antara Kedaulatan Rakyat dalam menciptakan Kesejahteraan Sosial dalam Islam di Indonesia ?

1.3       Tujuan Penulisan
1.      Untuk memahami Kedaulatan Rakyat
2.      Untuk memahami Kesejahteraan Sosial dalam Islam
3.      Untuk mengetahui hubungan antara Kedaulatan Rakyat dalam menciptakan Kesejahteraan Sosial dalam Islam di Indonesia

1.4       Metode Penulisan
Metode penelitian ini menggunakan studi literatur dimana penulis menggunakan referensi berupa buku yang berjudul Kontribusi Islam Membentuk Watak dan Kepribadian Bangsa Kecil. Selain itu juga, penulis menggunakan beberapa referensi dari internet yang dapat dipertanggungjawabkan kevalidannya.

1.5       Sistematika Penulisan
            Makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
            Bab dua merupakan pembahasan yang berisi ulasan tentang Kedaulatan Rakyat, Kesejahteraan Sosial dalam Islam, serta Hubungan antara Kedaulatan Rakyat dalam menciptakan Kesejahteraan Sosial dalam Islam di Inonesia.
            Dalam bab tiga disampaikan simpulan dan saran. Selain itu, makalah ini juga dilengkapi dengan daftar pustaka.
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Kedaulatan Rakyat
PENGERTIAN
Kedaulatan berasal dari bahasa Arab (daulah), yang berarti kekuasaan tertinggi. Menurut Jean Bodin (tokoh ilmu negara), kedaulatan dalam negara ialah kekuasaan tertinggi dalam negara yang tidak berasal dari kekuasaan lain. Berdasarkan pengertian tersebut maka kedaulatan memiliki sifat :
a.       asli, tidak terbagi bagi, mutlak, dan permanen. Karena kekuasaan yang tertinggi itu tidak berasal dari pemberian kekuasaan yang lebih tinggi.
b.      tidak terbagi-bagi artinya utuh dimiliki oleh pemegang kedaulatan itu tanpa dibagi kepada pihak lain.
c.       Permanen / abadi, artinya kedaulatan itu tetap, tidak berubah berada dalam kekuasaan pemegang kedaulatan tersebut.
d.      Tunggal berarti hanya ada satu kekuasaan tertinggi, sehingga kekuasaan itu tidak dapat dibagi-bagi. Dengan demikian, kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi.
Pengertian kedaulatan rakyat berhubungan erat dengan pengertian perjanjian masyarakat dalam pembentukan asal mula negara. Negara terbentuk karena adanya perjanjian masyarakat. Perjanjian masyarakat disebut juga dengan istilah kontrak sosial. Ada beberapa ahli yang telah mempelajari kontrak sosial, antara lain Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jaques Rousseau. Kedaulatan adalah suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan, masyarakat, atau atas diri sendiri terdapat penganut dalam dua teori yaitu berdasarkan pemberian dari Tuhan atau Masyarakat. 
Beberapa pemikiran mengenai kedaulatan dan pemegang kedaulatan suatu negara setelah revolusi Perancis dikemukakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam karyanya Du Contrat Social Ou Principes Du Droit Politique (Mengenai Kontrak Sosial atau Prinsip-prinsip Hak Politik) membagi tingkat kedaulatan menjadi dua yaitu de facto dan de jure.

TEORI KEDAULATAN RAKYAT
Muncullah teori-teori kedaulatan yang mencoba merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat dalam suatu negara:
1. Kedaulatan Tuhan.
2. Kedaulatan Raja
3. Kedaulatan Rakyat.
4. Kedaulatan Negara.
5. Kedaulatan Hukum.
Bentuk kedaulatan negara dan hukum menunjukkan kedaulatan yang tidak dipegang oleh suatu persoon.

1.      Kedaulatan Tuhan
Teori kedaulatan Tuhan dimana kekuasaan yang tertinggi ada pada Tuhan, jadi didasarkan pada agama. Apabila pemerintah negara itu berbentuk kerajaan (monarki) maka dinasti yang memerintah disana dianggap turunan dan mendapat kekuasaannya dari Tuhan. Raja bisa menetapkan kepercayaan atau agama yang harus dianut atau dipeluk oleh rakyat/warganya. Misalnya jika Tenno Heika di Jepang dianggap berkuasa sebagai turunan dari Dewa matahari.
Tokoh – tokoh yang menganut adalah :
1)    Augustin
2)    Thomas Aquinas
3)    Marsilius

2.      Kedaulatan Raja
Teori kedaulatan bahwa kekuasaan yang tertinggi ada pada raja hal ini dapat digabungkan dengan teori pembenaran negara yang menimbulkan kekuasaan mutlak pada raja/ satu penguasa. Kebijakan Raja bias melebihi kontitusi, bahkan dapat melanggar hokum moral sehingga raja dapat berbuat atau bertindak sewenang – wenang.
Tokoh – tokoh yang menganut yaitu :
1)      Thomas Hobbes.
2)      L’etat cest moi yang diungkapkan oleh Louis XVI
3)      Nicollo Machiaverlli
4)      Hegel

3.      Kedaulatan Rakyat
Teori ini lahir dari reaksi pada kedaulatan raja. Sebagai pelopor teori ini adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Menurut beliau bahwa raja memerintah hanya sebagai wakil rakyat, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu. Itu sebabnya Rosseau dianggap sebagai Bapak Kedaulatan Rakyat. Teori ini menjadi inspirasi banyak negara termasuk Amerika Serikat dan Indonesia, dan dapat disimpulkan bahwa trend dan simbol abad 20 adalah tentang kedaulatan rakyat.
Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada negara. Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan yang diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan. Bilamana pemerintah ini melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang disebut “volonte generale” oleh Rousseau. Apabila Raja memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu.
Tokoh – tokoh yang menganut adalah :
1)      John Locke
2)      Jean Jacques Rousseau
3)      Montesquie

4.      Kedaulatan Negara
Menurut paham ini, Negaralah sumber dalam negara. Dari itu negara (dalam arti government= pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty dan property dari warganya. Warga negara bersama-sama hak miliknya tersebut, dapat dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka taat kepada hukum tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu adalah kehendak negara.
Sehingga praktis rakyat tidak mempunyai kewenangan apa-apa dan tidak memiliki kedaulatan. Tetapi wewenang tertinggi tersebut berada pada negara. Sebenarnya negara hanyalah alat, bukan yang memiliki kedaulatan. Karena pelaksanaan kedaulatan adalah negara, dan negara adalah abstrak maka kedaulatan ada pada raja.
Tokoh – tokoh yang menganut adalah :
1)      Jean Bodin
2)      George Jellinek
3)      Hitler
4)      Musolini

5.      Kedaulatan Hukum
Teori ini menunjukkan kekuasaan yang tertinggi terletak pada hukum yang bersumber pada kesadaran hukum pada setiap orang. Maka dalam suatu Negara yang menganut teori ini sering disebut Rechts Souvereinities bahwa baik raja, rakyat, dan Negara harus taat serta patuh pada hokum. Siapa yang melanggar hukum harus dikenakan sanksi/hukuman.
Menurut teori ini, hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari kesadaran hukum manusia. Dan hukum merupakan sumber kedaulatan. Kesadaran hukum inilah yang membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil. Teori ini dipakai oleh Indonesia dengan mengubah Undang-Undang Dasarnya, dari konsep kedaulatan rakyat yang diwakilkan menjadi kedaulatan hukum. Kedaulatan hukum tercantum dalam UUD 1945 “Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh Undang-Undang Dasar.
Tokoh yang menganut teori ini adalah :
1)      Krabbe
2)      Immanuel Kant
3)      Kranenburg

 Teori Kedaulatan yang Dianut oleh Negara Republik Indonesia
Berdasarkan uraian tentang jenis kedaulatan seperti yang telah di jelaskan, Bangsa Indonesia diketahui menganut kedaulatan rakyat. Dasar dari penjelasan tersebut, dapat dilihat di dalam Pancasila sila ke-4. Isinya adalah ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.
Bukti lain bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dapat kita temukan di dalam isi Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4, yang perumusannya sebagai berikut:
”….. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Bagaimana di dalam pasal-pasal UUD 1945? Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 2, ditegaskan bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar.
Berdasarkan uraian tentang kedaulatan rakyat tersebut, jelaslah bahwa negara kita termasuk penganut teori kedaulatan rakyat. Rakyat memiliki kekuasaan yang tertinggi dalam negara, tetapi pelaksanaanya diatur oleh undang-undang dasar.
Selain dari penganut jenis kedaulatan rakyat, ternyata UUD Negara RI Tahun 1945, juga menganut jenis kedaulatan hukum. Hal tersebut dapat ditemukan di dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945, isinya adalah negara Indonesia adalah negara hukum. Artinya negara kita bukan negara kekuasaan. Bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur menurut hukum yang berlaku. Misalnya peraturan berlalu lintas di jalan raya diatur oleh peraturan lalu lintas. Menebang pohoh dihutan diatur oleh peraturan, supaya tidak terjadi penggundulan hutan yang berakibat banjir, dan contoh lainnya.
Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 juga merupakan dasar bahwa negara kita menganut kedaulatan hukum isi lengkapnya adalah segala warga negara bersamaan kedudukkanya dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Maknanya bahwa setiap warga negara yang ada di wilayah negara kita kedudukan sama di dalam hukum, jika melanggar hukum siapapun akan mendapat sanksi. Misalnya rakyat biasa, atau anak pejabat jika mereka melanggar harus diberikan sanksi, mungkin berupa kurungan (penjara) atau dikenakan denda.
MACAM – MACAM KEDAULATAN RAKYAT
Kedaulatan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a.    Kedaulatan ke dalam (internal sovereignity), yaitu negara berhak mengatur segala kepentingan rakyat melalui berbagai lembaga Negara dan perangkat lainnya tanpa campur tangan negara lain.
b.    Kedaulatan ke luar (external sovereignity) yaitu negara berhak untuk mengadakan hubungan atau kerjasama dengan negara-negara lain, untuk kepentingan bangsa dan negara.

CARA PANDANG TENTANG KEDAULATAN
Ada dua ajaran atau faham yang memberikan pengertian tentang kedaulatan ini, yaitu:
1. Monisme, yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah tunggal, tidak dapat dibagi-bagi, dan pemegang kedaulatan adalah pemegang wewenang tertinggi dalam negara (baik yang berwujud persoon atau lembaga). Jadi wewenang tertinggi yang menentukan wewenang-wewenang yang ada dalam negara tersebut (Kompetenz-Kompetenz).
2. Pluralisme, ajaran yang menyatakan bahwa negara bukanlah satu-satunya organisasi yang memiliki kedaulatan (Harold J Laski). Banyak organisasi-organisasi lain yang ‘berdaulat‘ terhadap orang-orang dalam masyarakat. Sehingga, tugas negara hanyalah mengkoordinir (koordineren) organisasi yang berdaulat di bidangnya masing-masing. Keadaan ini oleh Baker disebutkan sebagai “Polyarchisme”. Di lingkungan ajaran Katholik dikenal dengan nama “subsidiaristeit beginsel” (prinsip subsidiaritas). Ajaran Pluralisme ini lahir karena ajaran Monisme terlalu menekankan soal kekuatan atau menekankan (force) hukum dalam melihat masyarakat negara, dan kurang menekankan soal kehendak (will) dari rakyat seperti yang diajarkan Rousseau.

KEDAULATAN MENURUT UUD 1945
1. Kedaulatan Menurut UUD 1945 Sebelum Perubahan
Indonesia adalah salah satu negara yang menganut teori kedaulatan rakyat. Hal itu terlihat dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “.....susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.....”. selanjutnya dijelaskan pula dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil dekrit 5 juli 1959 atau sebelum perubahan yang berbunyi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Menurut pasal tersebut maka MPR adalah penjelmaan rakyat indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang memegang kedaulatan rakyat sepenuhnya.

2. Kedaulatan Menurut UUD 1945 Setelah Perubahan
Perubahan UUD 1945 ketiga tahun 2001 yang diantaranya mengubah rumusan pasal 2 ayat (2) UUD 1945 yang bunyinya menjadi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Perubahan rumusan pasal 2 ayat (2) UUD 1945 tersebut membawa kosekuensi dan implikasi yang signifikan terhadap fungsi dan kewenangan dari lembaga negara, terutama pada lembaga MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat sepenuhnya. Dengan demikian MPR tidak lagi sebagai satu-satunya lembaga yang melakukan kedaulatan rakyat. Kedaulatan tetap dipegang oleh rakyat, namun pelaksanaanya dilakukan oleh beberpa lembaga negara yang memperoleh amanat dari rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

2.2  Kesejahteraan Sosial dalam Islam
PENGERTIAN
Kesejahteraan berasal dari kata dasar sejahtera: aman sentosa dan ‎makmur; selamat (terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran, dan ‎sebagainya). Kesejahteraan: hal atau keadaan sejahtera; keamanan, keselamatan, ‎ketenteraman, kesenangan hidup, dan sebagainya; kemakmuran. Dalam definisi ‎lain dijelaskan, kesejahteraan:‎
الرفاهية: الحالة التى تتحقق فيها الحاجات الاساسية للفرد والمجتمع من غداء وتعليم وصحة ‏وتأمين ضد كوارث الحياة.‏
‎“Kesejahteraan (welfare) adalah kondisi yang menghendaki ‎terpenuhimya kebutuhan dasar bagi individu atau kelompok baik berupa ‎kebutuhan makan, pendidikan, kesehatan, sedangkan antitesa dari ‎kesejahteraan adalah kesedihan (bencana) kehidupan”.‎

KESEJAHTERAAN SOSIAL ‎
Kesejahteraan sosial: keadaan sejahtera masyarakat.‎ ‎ Sedangkan dalam ‎Mu’jam Musthalahâtu al-‘Ulûm al-Ijtimâ’iyyah dijelaskan:‎
الرفاهية الاجتماعية: نسق منظم من الخدمات الاجتماعية والمؤسسات يرمى الى مساعدة ‏الافراد والجماعات للوصول الى مستويات ملا ئمة للمعيشة والصحة كما يهدف الى قيام علاقات ‏اجتماعية سوية بين الافراد بتنمية قدراتهم وتحسين الحياة الانسانية بما يتفق مع حاجات المجتمع.‏
‎“Kesejahteraan sosial: sistem yang mengatur pelayanan sosial dan ‎lembaga-lembaga untuk membantu individu-individu dan kelompok-‎kelompok mencapai tingkat kehidupan, kesehatan yang layak dengan ‎tujuan menegakkan hubungan kemasayarakatan yang setara antar ‎individu sesuai dengan kemampuan pertumbuhan (development) ‎mereka, memperbaiki kehidupan manusia sesuai dengan kebutuhan-‎kebutuhan masyarakat”. ‎

Dari ragam definisi di atas, pada intinya, kesejahteraan sosial menuntut ‎terpenuhinya kebutuhan manusia yang meliputi kebutuhan primer (primary needs), ‎sekunder (secondary needs) dan kebutuhan tersier. Kebutuhan primer meliputi: ‎pangan (makanan) sandang (pakaian), papan (tempat tinggal), kesehatan dan ‎keamanan yang layak. Kebutuhan sekunder seperti: pengadaan sarana ‎transportasi (sepeda, sepeda motor, mobil, dsb.), informasi dan telekomunikasi ‎‎(radio, televisi, telepon, HP, internet, dsb.). kebutuhan tersier seperti sarana ‎rekereasi, entertaimen. Kebutuhan-kebutuhan ini berdasarkan tingkatan (maqâm) ‎individu. Artinya untuk tingkat masyarakat kelas menengah, kebutuhan akan mobil ‎pribadi untuk menunjang mobilitas aktivitas yang tinggi, masuk dalam kategori ‎kebutuhan primer. Sedangkan untuk kelompok ekonomi menengah ke bawah, ‎mobil pribadi merupakan barang lux dan masuk kategori kebutuhan sekunder. Tiga ‎kategori kebutuhan di atas bersifat materiil sehingga kesejahteraan yang tercipta ‎pun bersifat materiil.‎
Kesejahteraan sosial akan tercipta dalam sistem masyarakat yang stabil, ‎khususnya adanya stabilitas keamanan. Stabilitas sosial, ekonomi tidak mungkin ‎terjamin tanpa adanya stabilitas keamanan (termasuk di dalamnya stabilitas ‎politik). Hal ini sebagaimana do’a Nabi Ibrahim dalam surat al-Baqarah: 126‎
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ ‏الْآخِرِ قَالَ وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ(126)‏
‎ “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdo`a: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ‎ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan ‎kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan ‎hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafirpun Aku ‎beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa ‎neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali" (al-Baqarah: 126).‎

Kata balad disebut 8 kali dalam al-Qur’an, surat al-A’râf: 57 dan 58, Ibrâhim: ‎‎35, an-Nahl: 7, Fâthir: 9, al-Balad: 1 dan 2, at-Tîn: 3. Kata ini mempunyai arti: ‎negeri, daerah, tanah, kota. Tafsir dari kata baladan âminan dalam ayat di atas ‎adalah sebagai berikut:‎
ابن كثير: رب اجعل هذا بلدا امنا، اى من الخوف لا يرعب اهله. القرطبى: بلدا امنا، يعنى ‏مكة، فدعا لذريته وغيرهم بالامن ورغد العيش.‏
Menurut Ibnu Katsir, kata-kata rabbij‘al hâdzâ baladan âminan, ‎maksudnya adalah aman dari rasa takut yang menyelimuti warga negeri. ‎Sedangkan menurut al-Qurthubi, negeri yang aman itu adalah negeri ‎Mekah, Ibrahim berdo’a untuk keluarga dan penduduk negeri agar ‎tercipta stabilitas keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan. ‎

Sebuah negara yang stabilitas keamanannya rawan akan berpengaruh ‎terhadap berbagai sektor kehidupan lainnya. Kinerja sektor ekonomi yang ‎merupakan faktor penyangga kesejahteraan akan terganggu bahkan terbengkelai ‎sama sekali. Begitu pula stabilitas politik. Fakta menunjukkan bahwa negara-‎negara dunia ketiga yang terus dilanda kemelut krisis dalam negeri seperti ‎membengkaknya hutang, angka pengangguran, dan berseminya kawasan kumuh ‎dan miskin (kumis) disebabkan karena stabilitas keamanan dan politik yang labil. ‎Ironisnya, justru tingkat korupsi merajalela di negara-negara dunia ketiga ini. ‎Sebuah ilustrasi, dalam catatan sejarah selama lima kali suksesi kepemimpinan ‎nasional di Indonesia selalu didahului oleh peristiwa-peristiwa yang mengundang ‎kerawanan sosial, politik dan keamanan (sospolkam). Kerawanan-kerawanan ini ‎mengakibatkan gejolak (rush) dalam bidang ekonomi, seperti terjadinya depresiasi ‎nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, menurunnya suku bunga SBI, ‎menurunnya indeks perdagangan di bursa saham yang berarti melemahnya ‎investasi.‎

KONSEPSI ISLAM TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL ‎
Islam sebagai ajaran sangat peduli dengan kesejahteraan sosial. ‎Kesejahteraan social dalam Islam pada intinya mencakup dua hal pokok yaitu ‎kesejahteraan social yang bersifat jasmani dan rohani. Manifestasi dari ‎kesejahteraan sosial dalam Islam adalah bahwa setiap individu dalam Islam harus ‎memperoleh perlindungan yang mencakup lima hal: ‎
Pertama, agama (al-dîn), merupakan kumpulan akidah, ibadah, ketentuan ‎dan hukum yang telah disyari‘atkan Allah SWT untuk mengatur hubungan antara ‎manusia dengan Allah, hubungan antara sebagian manusia dengan sebagian yang ‎lainnya.
 Kedua, jiwa/tubuh (al-nafs), Islam mengatur eksistensi jiwa dengan men¬‎cip¬takan lembaga pernikahan untuk mendapatkan keturunan. Islam juga melin¬du¬‎ngi dan menjamin eksistensi jiwa berupa kewajiban memenuhi apa yang menjadi ‎kebutuhannya, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, qishash, diyat, ‎dilarang melakukan hal yang bisa merusak dan membahayakan jiwa/tubuh.‎
Ketiga, akal (al-‘aql), melindungi akal dengan larangan mengkonsumsi ‎narkoba (khamr dan segala hal yang memabukkan) sekaligus memberikan sanksi ‎bagi yang mengkonsumsinya.
 Keempat, kehormatan (al-‘irdhu), berupa sanksi ‎bagi pelaku zina dan orang yang menuduh zina. Kelima, kekayaan (al-mâl), ‎mengatur bagaimana memperoleh kekayaan dan mengusahakannya, seperti ‎kewajiban mendapatkan rizki dan anjuran bermua‘amalat, berniaga. Islam juga ‎memberi perlindungan kekayaan dengan larangan mencuri, menipu, berkhianat, ‎memakan harta orang lain dengan cara tidak benar, merusak harta orang lain, dan ‎menolak riba.‎ ‎ ‎
Kelima pilar asasi ini menjadi apresiasi, advokasi dan proteksi Islam dalam ‎rangka mewujudkan kesejahteraan sosial. Berkenaan dengan perlindungan jiwa, ‎harta dan kehormatan manusia, Allah berfirman:‎
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ ‏يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ ‏يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ(11)‏
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok ‎kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik ‎dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita ‎‎(mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita ‎‎(yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan ‎janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil ‎memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ‎ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman‏ ‏dan barangsiapa yang tidak ‎bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (al-Hujurât: 11).‎

Menghina orang lain adalah perbuatan yang tercela. Orang yang menghina ‎belum tentu lebih baik dari yang dihina. Seringkali ada orang menghina orang lain ‎karena alasan kedengkian, kecemburuan. Penghinaan juga bisa berakibat fatal ‎seperti adu mulut, perkelahian hingga pembunuhan. Dalam tayangan di media ‎massa, banyak sekali kasus perkelahian, baik perkelahian tunggal maupun ‎pengeroyokan hingga perkelahian massal yang mengakibatkan korban luka dan ‎meninggal berjatuhan, pembunuhan yang bermula dari sebuah penghinaan. Orang ‎yang dihina, terutama jika penghinaan itu terjadi di depan publik, bisa menuntut ke ‎muka pengadilan karena merasa harga dirinya direndahkan. ‎
‎ ‎

HAKIKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL
Kesejahteraan sosial di dunia bersifat sementara bahkan semu adanya. ‎Pada kurun waktu tertentu mungkin masyarakat hidup damai sejahtera. Namun ‎dalam waktu seketika kesejahteraan itu punah karena konflik massal yang dipicu ‎oleh ketidakpuasan suatu kelompok. Ambisi manusia yang keluar dari konteks ‎kemanusiaan seperti ambisi politik, jabatan, kekuasaan, seringkali merupakan ‎picu-picu dalam sekam yang suatu saat bisa meledakkan konflik horizontal dan ‎meluluhlantakkan bangunan kesejahteraan sosial. ‎
Dalam ranah sejarah kekhalifahan Islam, terdapat tiga generasi yang ‎masing-masing mempunyai ciri tersendiri: pertama, generasi yang berkorban ‎membangun dan mengembangkan sayap kekhalifahan. Sarana suprastruktur ‎diciptakan untuk mengatur struktur roda pemerintahan, sarana infrastruktur ‎dibangun untuk kesejahteraan sosial. Kedua, generasi penikmat kekhalifahan. ‎Generasi ini menuai jerih payah generasi sebelumnya dan tidak banyak ‎mempunyai inisiatif karena kemakmuran dan kesejahteraan sosial sudah mapan ‎pada masa generasi sebelumnya. Ketiga, generasi perusak. Khalifah hanya sibuk ‎dalam kenikmatan dunia (hedonis), sering berpesta pora dan lupa akan ‎kesejahteraan rakyatnya. Rakyat diperas dengan upeti dan pajak tinggi untuk ‎membiayai ambisi pribadi khalifah. Pada kondisi ini khalifah dan para hulubalang ‎lupa dengan peran dan fungsinya. Sementara kekhalifahan berada di atas ujung ‎tanduk kehancuran. Di sisi lain, ada kekuatan asing yang siap mengintai lalu dan ‎menyerbu mereka yang sedang terkapar lemas bermandikan anggur dan minuman ‎keras. Sebetulnya Allah seringkali menjanjikan kesejahteraan bagi manusia. Akan ‎tetapi manusia seringkali lupa, berpaling dari kebenaran. Firman Allah: ‎
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ ‏بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ(96)‏
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, ‎pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan ‎bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa ‎mereka disebabkan perbuatannya (al-A’râf: 96).‎

Penduduk suatu negara yang ingkar nikmat akan menuai laknat. Kekayaan ‎alam yang melimpah, aneka tanaman dan tumbuhan, bahan-bahan tambang, baik ‎di daratan maupun di lautan merupakan sumber-sumber kehidupan yang bisa ‎dimanfaatkan dan dibudidaya untuk kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi karena ‎manusia tidak mensyukurinya lalu bertindak kerusakan sehingga bumi menjadi ‎gersang kering kerontang. Hujan rahmat berubah menjadi bencana erosi dan ‎banjir karena penggundulan hutan. Ikan-ikan di Teluk Jakarta mati karena limbah. ‎
Gambaran Kesejahteraan sosial yang hakiki hanya terjadi di alam surgawi. ‎sebagaimana kondisi Nabi Adam dan Istrinya, Hawa ketika berada di surga: ‎
فَقُلْنَا يَاآدَمُ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلَا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَى(117)إِنَّ لَكَ أَلَّا تَجُوعَ ‏فِيهَا وَلَا تَعْرَى(118)وَأَنَّكَ لَا تَظْمَأُ فِيهَا وَلَا تَضْحَى(119)‏
Maka kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh ‎bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia ‎mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu ‎menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya ‎dan tidak akan telanjang. dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa ‎dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya" ‎‎(Thâhâ: 117-119).‎

Tiada tangis yang menyayat pilu karena derita kelaparan, kemiskinan, ‎ketertindasan. Masyarakat penghuni surga tidak akan pernah merasa haus dan ‎lapar, resah dan gelisah. Tiada caci-maki, konflik yang terjadi di surga karena ‎kesejahteraan lahiriah dan dan batiniah menemukan bentuknya yang paling ‎sempurna. Tiada tayangan sumpah serapah, saling menghujat, slogan dan janji ‎pepesan kosong para politisi yang sedang mengincar kursi kekuasaan. Semuanya ‎hidup teratur, rukun tentrem kerto raharjo seraya senantiasa istighfar, bertasbih ‎dan berdzikir menyebut asma Allah.

2.3  Hubungan antara Kedaulatan Rakyat dalam Menciptakan  Kesejahteraan Sosial
Dalam Islam di Indonesia
Kedaulatan rakyat dianut oleh Indonesia yang berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, hal ini berdampak pada kesejahteraan social dalam islam di Indonesia. Dapat kita lihat dari kehidupan sehari-hari,  Manifestasi dari ‎kesejahteraan sosial dalam Islam adalah bahwa setiap individu dalam Islam harus ‎memperoleh perlindungan yang mencakup lima hal: ‎
Pertama, agama (al-dîn), merupakan kumpulan akidah, ibadah, ketentuan ‎dan hukum yang telah disyari‘atkan Allah SWT untuk mengatur hubungan antara ‎manusia dengan Allah, hubungan antara sebagian manusia dengan sebagian yang ‎lainnya.
 Kedua, jiwa/tubuh (al-nafs), Islam mengatur eksistensi jiwa dengan men¬‎cip¬takan lembaga pernikahan untuk mendapatkan keturunan. Islam juga melin¬du¬‎ngi dan menjamin eksistensi jiwa berupa kewajiban memenuhi apa yang menjadi ‎kebutuhannya, seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, qishash, diyat, ‎dilarang melakukan hal yang bisa merusak dan membahayakan jiwa/tubuh.‎
Ketiga, akal (al-‘aql), melindungi akal dengan larangan mengkonsumsi ‎narkoba (khamr dan segala hal yang memabukkan) sekaligus memberikan sanksi ‎bagi yang mengkonsumsinya.
Keempat, kehormatan (al-‘irdhu), berupa sanksi ‎bagi pelaku zina dan orang yang menuduh zina. Kelima, kekayaan (al-mâl), ‎mengatur bagaimana memperoleh kekayaan dan mengusahakannya, seperti ‎kewajiban mendapatkan rizki dan anjuran bermua‘amalat, berniaga. Islam juga ‎memberi perlindungan kekayaan dengan larangan mencuri, menipu, berkhianat, ‎memakan harta orang lain dengan cara tidak benar, merusak harta orang lain, dan ‎menolak riba.‎ ‎ ‎
Kelima pilar asasi ini menjadi apresiasi, advokasi dan proteksi Islam dalam ‎rangka mewujudkan kesejahteraan sosial. Berkenaan dengan perlindungan jiwa, ‎harta dan kehormatan manusia
BAB III
PENUTUP

1.1  Kesimpulan
Jadi, dengan kedaulatan  rakyat yang dianut oleh Indonesia tersebut, dapat terlihat bahwa kesejahteraan dapat diperoleh dan dinikmati oleh setiap warganegara. Hal tersebut tidak terlepas dari peran Negara dalam menjalankan pemerintahan berlandaskan Islam. Sehinnga terciptalah kesejahteraan sosial di Indonesia.

1.2  Saran
Semoga makalah ini dapat membantu untuk menambah dan memperluas wawasan para pembaca mengenai Kedaulatan Rakyat dalam Menciptakan Kesejahteraan  Sosial di Indonesia.



















DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim
UUD 1945 dan Amandemennya
Fadlullah. 2011. Kontribusi Islam Membentuk Watak dan Kepribadian Bangsa Kecil. Jakarta: Rineka Cipta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar