Disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Studi Kebantenan / 2
sks

Disusun Oleh :
Indah Noviana Ningrum(222514)
Putri Diana (222514)
Restu Yashinta Kinanti (222514)
Sri Rahmayuni (2225141755)
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015
MASJID AGUNG
BANTEN
A.
Sejarah
Pembangunan
Masjid Agung Banten dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin
(1552-1570), sultan pertama Kasultanan Banten yang juga putra pertama Sunan
Gunung Jati, Sultan Cirebon. Masjid Agung Banten termasuk dalam wilayah Desa Kasemen, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Bangunan masjid berbatasan dengan perkampungan di sebelah utara, barat, dan selatan, alun-alun di sebelah timur, dan
benteng/keraton Surosowan di sebelah tenggara.
Masjid Agung Banten dirancang oleh 3 arsitek dari latar belakang yang berbeda.
Yang Pertama adalah Raden Sepat, Arsitek Majapahit yang telah berjasa merancang
Masjid Agung Demak, Masjid Agung Ciptarasa Cirebon dan Masjid Agung Banten.
Arsitek kedua adalah arsitek China bernama Cek Ban Su, yang ambil bagian dalam merancang masjid ini dan
memberikan pengaruh kuat pada bentuk atap masjid bersusun 5 mirip layaknya
pagoda China. Karena jasanya dalam membangun masjid itu Cek Ban Su memperoleh
gelar Pangeran Adiguna. Lalu arsitek ketiga adalah Hendrik Lucaz Cardeel,
arsitek Belanda yang kabur dari Batavia menuju Banten di masa pemerintahan
Sultan Haji tahun 1620, dalam status mualaf dia merancang menara masjid serta
bangunan tiyamah di komplek masjid agung Banten. Karena jasanya tersebut,
Cardeel kemudian mendapat gelar Pangeran Wiraguna.
Keadaan masjid sampai saat ini masih terawatt dan di kelola oleh yayasan
yang dipimpin oleh H. Tubagus Wasi Abbas. Masjid Agung Banten telah mengalami
delapan kali pemugaran yang berlangsung dari tahun 1923 sampai 1987. Pada tahun
1923, dilaksanakan pemugaran oleh Dinas Purbakala, dan tahun 1930 dilakukan
penggantian tiang-tiang kayu yang rapuh.
Tahun 1945, Residen Banten, Tubagus Chotib, bersama masyarakat melaksanakan
perbaikan atap cungkup penghubung di kompleks pemakaman utara, kemudian tahun
1966/1967 Dinas Purbakala memugar menara masjid. Pada tahun 1969 Korem 064,
Maulana Yusuf memperbaiki bagian yang rusak antara lain pemasangan eternity
langit-langit. Tahun 1970 dilaksanakan pemugaran serambi timur dengan dana dari
Yayasan Kur’an. Pertamina pernah memugar kompleks masjid dengan kegiatan mengganti
lantai ruang utama, pembuatan pagar tembok keliling kompleks dengan lima
gapura. Tahun 1987, dilaksanakan penggantian lantai serambi pemakaman utara dan
cungkup makam sultah Hasanudin dengan marmer.
B.
Deskripsi Bangunan
Masjid Agung Banten merupakan suatu kompleks dengan luas tanah 1,3 ha dan
dikelilingi pagar tembok setinggi satu meter. Pada sisi tembok timur dan barat
masing-masing terdapat dua buah gapura di bagian utara dan selatan yang
letaknya sejajar. Bangunan masjid menghadap ke timur berdiri di atas pondasi
massif dengan ketinggian satu meter dari halaman.
1. Ruang utama
Bangunan ruang utama berdenah empat persegi panjang dengan ukuran 25 x 19
m. Lantai dari ubin berukuran 30 x 30 cm berwarna hijau muda dan dibatasi
dinding pada keempat sisinya. Dinding timur memisahkan ruang utama dengan
serambi timur. Pada dinding ini terdapat empat pintu dengan lunamg angin yang
merupakan pintu masuk utama. Pintu terletak di tengah bidang segi empat dari
dinding yang mnonjol berukuran 174 x 98 cm dengan dua daun pintu dari kayu.
Pintu bagian atas berbentuk lengkung setengah lingkaran. Lubang angin pada
dinding timur ada uda buah yang mengapit pintu paling selatan berbentuk persegi
panjang dan didalamnya terdapat segi tiga berjajar terdiri atas dua baris dan
diantaranya terdapat hiasan motif kertas tempel.
Dinding barat tingginya 3,3 m memiliki tiga buah jendela berbentuk segi
empat berukuran 180 x 152 cm dengan dua daun jendela berkaca buram. Lubang
angin terdiri dari kumpulan segi tiga seperti dinding timur. Dinding barat
tersebut berhiaskan pelipit rata, penyangga, setengah lingkaran, dan pelipit
cekung. Dinding sisi utara membatasi ruang utama dengan serambi utara dengan
sebuah pintu masuk berbentuk empat persegi panjang berukurab 240 x 125 cm,
berdaun pintu dua dari kayu. Jendela pada dinding utara dua buah dengan dua
daun jendela berbentuk segi empat berukuran 180 x 152 cm. Sedangkan dinding
selatan hanya mempunyai satu pintu yang menghubungkan ruang utama dengan
pawestren, terletak di dekat sudut barat dinding.
2. Tiang
Tiang yang terdapat pada ruang utama berjumlah 24 buah terdiri dari empat
buah tiang utama dan 20 buah tiang penyangga. Tinggi tiang utama 11 meter
terbuat dari kayu jati dengan bentuk segi delapan tanpa hiasan. Tiang-tiang
yang lain tingginya berbeda. Tiang yang mempunyai ketinggian 7,30 m ada delapan
buah, sedangkan sisanya 12 buah berukuran tinggi 4,40 m.
Tiang berdiri di atas umpak dari batu andesit berbentuk buah labu. Umpak
tiang utama tingginya 50 cm dengan pelipit rata pada bagian atas dan bawahnya.
Umpak-umpak yang ada di ruang utama tersebut bervariasi dengan bagian bawah
dihiasi oleh pucuk daun yang mengarah ke baeah dan ada pula hiasan daun tumpang
tindih
3. Mihrab
Mihrab berdiri di atas pondasi padat dengan etinggian 90 cm. Ruangan
berukuran 196 x 90 cm, lantainya dari ubin dan tingginya 2 cm lebih tinggi dari
lantai masjid. Tinggi bagian muka 206 cm dan tinggi bagian belakang 106 cm.
Dinding mihrab berwarna kuning tanpa jendela.
Bagian muka terdapat dua buah tiang semu di kiri dan dua buah di kanan
berbentuk balok. Tiang berdiri di atas pelipit rata yang mengelilingi seluruh
ruangan masjid. Tinggi tiang semu 162 cm. Di atas tiang tersebut terdapat
pelipit rata dan setengah lingkaran. Badan mihrab mempunyai hiasan berupa
bingkai rata yang letaknya 167 cm dari lantai serambi. Atap mihrab berbentuk
setengah lingkaran yang disangga oleh kedua tiang semu.
4. Mimbar
Mimbar masjid Agung Banten letaknya satu meter dari dinding barat, dan
pondasi padat setinggi 90 cm. Bentuk pondasi empat persegi panjang berukuran 85
x 194 cm. Bagian bawah terdapat dua buah lubah arah utara-selatan. Tangga
terdapat di muka dan terdiri anak tangga. Di ujung bawah tangga terdapat batu
hitam bentuknya seperti pot bunga.
Mimbar berdenah empat persegi panjang berukuran 93 x 170 cm dengan dinding
di sisi utara, barat, dan selatan. Di depan dinding utara dan selatan terdapat
pipi dinding tubuh yang berhiaskan bingkai. Dalam mimbar terdapat tempat duduk
dengan injakan kaki setinggi 16 cm. Pada sisi luar dinding tubuh mihrab terdapat
dua hiasan dalam bidang segi empat sebanyak tiga buah di sisi utara-selatan.
Dinding bagian bawah berisi teratai mekar, tengah motif bingkai cermin, dan
baian atas berisi motf oval yang di dalamnya ada lubang berbentuk daun
semanggi. Pada setiap sudut panil terdapat hiasan daun yang diapit oleh semacam
lukisan binatang.
Dibagian atas panil terdapat terdapat susunan pelipit yang diatasnya
terdapat bidang persegi panjang di sisi utara, timur, dan barat, serta
berhiaskan pilin ganda dengan posisi saling berhadapan dengan tanam-tanaman.
Pada bagian atas muka mimbar terdapat penampil berbentuk lengkung di sisi timur
yang di dalamnya terdapat tulisan Arab.
5. Pawestren
Pawestren adalah bangunan khusus yang di buat untuk shalat jama'ah wanita.
Untuk masuk ke dalam pawestren ini harus melalui pintu di dinding utara yang
menghubungkan dengan ruang utama. Pada dinding selatan terdapat juga pintu yang
menghubungkan pawestren dengan serambi pemakaman selatan. Lubang angin di
dinding ini berbentuk segi tiga dan hanya sebagian yang terbuka karena tertutup
atap makam selatan. Dinding barat pawestren hanya terdapat lubang angin dengan
bentuk kumpulan segi tiga dengan bunga sebagai hiasannya.
6. Makam Ruang Utama
Makam terletak dalam ruang utama bagian selatan. Makam yang terdapat di
ruang utama letaknya memanjang dari arah timur ke barat. Sedangkan datu makam
terdapat di utara ruangan dengan ukuran yang lebih kecil. Makam dilengkapi
dngan jirat yang berukuran 100 x 80 x 60 cm dan nisan di ujung utara dan
selatan jirat. Kesepuluh makam diberi tutup (atap) dari kain kelambu putih.
Pada dinding selatan terdapat pintu yang menghubungkan ruang makam dengan
serambi pemakaman selatan. Bentuk pintu persegi empat dengan ukuran 206 x 113
cm dengan dua daun pintu kayu. Di kiri dan kanannya terdapat lubang angin dan
dua jendela yang daun jendelanya berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 109 x
109 cm. Sedangkan dinding timur terdapat sebuah pintu dengan lubang angin.
7. Atap
Masjid Agung Banten memili atap lima tingkat, yang semakin keatas makin
mengecil yang atapnya ditopang oleh tiang-tiang. Atap dari genteng dengan
memolo pada puncaknya dengan tinggi 1,2 m dan terbuat dari tanah liat.
8. Serambi
Serambi yang terdapat di Masjid Agung Banten terdapat di keempat sisi dan
merupakan serambi terbuka, kecuali serambi selatan yang dijadikan kompleks
pemakaman. Dalam serambi terdapat 12 buah tiang kayu jati berbentuk segi
delapan dan bagian atas segi empat. Tiang disangga oleh umpak batu berbentuk
buah labu yang tingginya 40 cm. Tiang-tiang tersebut berfungsi sebagai
penyangga atap. Atap serambi terpisah dari bangunan ruang utama dan merupakan
atap tumpang dua berbentuk limasan.Serambi utara disebut juga selasar masjid
dengan lebar 2,30 m dan lantainya dari tegel merah. Serambi mempunyai tangga
yang terdiri atas lim anak tangga yang menghubungkan tempat wudhi. Serambi
selatan berdenah persegi empat panjang dengan ukuran 24 x 9 m dan di dalamnya
terdapat 15 makam yang letaknya tidak beraturan. Menurut pengurus masjid, salah
satu makam tersebut adalah makam Syeh Faqih Najmuddin (ulama besar di
Banten).
Bangunan lain yang terdapat di Masjid Agung Banten adalah
9. Kolam
Kolam berda di depan serambi timur berbentuk persegi panjang dan terbagi
atas empat kotak yang dipisahkan oleh pematang tembok dan dihubungkan dengan
lubang pada masing-masing pematang. Di sekeliling kolam terdapat tembok
setinggi 1,20 m dan tebal 32,5 cm. Untuk mencapai kolam dipergunakan tangga
turun sebanyak tiga anak tangga dari arah halaman dan lima anak tangga dari
serambi timur.
10. Menara
Pada jarak 10 m dari kolam di bagian timur (depan) masjid terdapat menara
berwarna kuning muda dan tingginya 23 m. Menara ini dapat dimasuki sampai ke
atas melalui 82 anak tangga. Di dalam menara terdapat empat bagian pintu dan
bentuknya sama dengan pintu masuk menara. Bangunan menara terbagi atas tiga
bagian yaitu kaki, tubuh dan kepala.
11. Istiwa
Pada halaman timur dekat gapura depan bagian utara terdapat petunjuk waktu
yang menggunakan sinar matahari (istiwa). Bentuk istiwa segi delapan dengan
melebar pada bagian atasnya, terbuat dari semen berwarna kuning muda. Garis
tengah istiwa bagian atas 249 cm dan tingginya 76 cm dari permukaan tanah.
Bagian atas terdapat lubang sedalam 12 cm berbentuk lingkaran.
12. Tiamah
Bangunan lain di kompleks Masjid Agung Banten adalah tiamah, yaitu bangunan tambahan yang
dahulu digunakan sebagai tempat bermusyawarah dan berdiskusi soal-soal
keagamaan. Daerah bangunan persegi empat panjang yang berukuran 19,5 x 6,5 x
11,5 m dan terdiri dari dua tingkat. Masing-masing tingkat mempunyai tiga
ruangan berderet dari barat ke timur. Ukuran ruangan barat dan timur
masing-masing 5,62 x 5,30 m, sedangkan ruang tengah 7,25 x 5,60 m. Atap tiamah
berbentuk limasan dan ditunjang oleh dinding-dindingnya.
13. Makam
Selain makam yang terdapat di ruang utama, dalam kompleks Masjid Agung
Banten juga terdapat makam yang terletak di luar masjid. Makam ini merupakan
suatu kompleks yang terdiri yang terdiri dari lima cungkup. Salah satu dari
cungkup tersebut adalah cungkup makam Sultan Maulana Hasanuddin yang wafat pada
tahun 1570 dan Sembilan makam sultan Banten lainnya beserta para istrinya.
C.
Keunikan Masjid Agung Banten
1. Atap Masjid
Salah satu
kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah atap bangunan utama yang bertumpuk
lima, mirip pagoda China. Yang paling menarik dari atap Masjid Agung Banten
adalah justru pada dua tumpukan atap konsentris paling atas yang samar-samar
mengingatkan idiom pagoda Cina. Kedua atap itu berdiri tepat di atas puncak
tumpukan atap ketiga dengan sistem struktur penyalur gaya yang bertemu pada
satu titik. Peletakan seperti itu memperlihatkan kesan seakan-akan atap dalam
posisi kritis dan mudah goyah, namun hal ini justru menjadi daya tarik
tersendiri.
Dua tumpukan
atap paling atas itu tampak lebih berfungsi sebagai mahkota dibanding sebagai
atap penutup ruang bagian dalam bangunan. Tak heran jika bentuk dan ekspresi
seperti itu sebetulnya dapat dibaca dalam dua penafsiran: masjid beratap tumpuk
lima atau masjid beratap tumpuk tiga dengan ditambah dua mahkota di atasnya
sebagai elemen estetik.
Ini adalah
karya arsitektur China yang bernama Tjek Ban Tjut. Konon, masjid yang dibangun
pada awal masuknya Islam ke Pulau Jawa ini desainnya dirancang dan dikerjakan
oleh Raden Sepat. Ia adalah seorang ahli perancang bangunan dari Majapahit yang
sudah berpengalaman menangani pembangunan masjid, seperti Demak dan Cirebon.Dua
buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan
bangunan utama.
2. Paviliun
Sementara
itu, di sisi selatan masjid terdapat bangunan bertingkat bergaya rumah Belanda
kontemporer yang disebut tiyamah (paviliun). Bangunan yang dirancang arsitek
Belanda, Hendrik Lucasz Cardeel di abad ke-18 itu dulunya menjadi tempat
pertemuan penting. Saat ini, bangunan yang berdenah empat persegi panjang, dua
tingkat dan masing-masing memiliki tiga buah ruang besar tersebut difungsikan
sebagai museum benda peninggalan, khususnya alat perang. Langgam Eropa sangat
jelas pada bangunan itu, khususnya pada jendela besar di tingkat atas. Jendela
itu dimaksudkan memasukkan sebanyak mungkin cahaya dan udara.
3. Menara
Menara yang
menjadi ciri khas sebuah masjid juga dimiliki Masjid Agung Banten. Terletak di
sebelah timur masjid, menara ini terbuat dari batu bata dengan ketinggian
kurang lebih 24 meter, diameter bagian bawahnya kurang lebih 10 meter. Untuk
mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga yang harus ditapaki dan melewati
lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Dari atas menara ini,
pengunjung dapat melihat pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas
pantai, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 km. Catatan
Dirk van Lier di tahun 1659 maupun Wouter Schouten yang datang pada tahun 1661
menyebut, menara masih digunakan sebagai tempat penyimpanan senjata/amunisi
orang Banten. Kemudian baru antara lain tulisan Stavorinus yang menulis tentang
Banten tahun 1769 menyebut menara sebagai tempat memanggil orang untuk
bersembahyang.
Berita itu
menunjukkan pula menara telah dibangun tidak berselang lama dengan pembangunan
masjid. Dari hasil penelusuran Dr KC Crucq, yang pernah dimuat dalam
karangannya berjudul Aanteekeningen Over de Manara te Banten (Beberapa Catatan
tentang Menara di Banten) yang dipublikasikan dalam Tidscrift Voor de Indische
Taal, Land and Volkenkunde van Nederlandsch Indie, dinyatakan, menara dibangun
pada masa Sultan Maulana Hasanudin ketika putranya Maulana Yusuf sudah dewasa
dan menikah.
4. Bagian Masjid
Keunikan
nampak pada umpak dari batu andesit yang berbentuk labu dengan ukuran besar.
Undak-undak batu ini terdapat di setiap dasar masjid, pendopo, dan kolam untuk
wudhu. Undak besar seperti ini tidak terdapat di masjid-masjid di Pulau Jawa,
kecuali di bekas reruntuhan masjid Kesultanan Mataram di daerah Plered, Bantul,
Yogyakarta.
Selain itu
juga terdapat alat pengukur waktu shalat yang berbentuk lingkaran pada bagian
depan masjid, dengan bagian atas berbentuk seperti kubah. Ada bagian atas kubahnya
ditancapkan kawat berbentuk lidi. Melalui bayangan dari kawat itulah dapat
diketahui kapan waktu shalat tiba. Begitu pula dengan bentuk mimbar yang besar
dan antik, tempat imam yang berbentuk kecil, sempit, dan sederhana juga
menunjukkan kekhasan masjid ini.
5. Makam
Di serambi kiri masjid ini terdapat
makam Sultan Maulana Hasanuddin dengan permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa,
dan Sultan Abu Nashr Abdul Kahhar (Sultan Haji). Sementara di serambi kanan,
terdapat makam Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul
Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi,
Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan
Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah, dan Ratu Masmudah.
Sejarah pendirian
Masjid Agung Banten berawal dari instruksi Sultan Gunung Jati kepada anaknya,
Hasanuddin. Konon, Sunan Gunung Jati memerintahkan kepada Hasanuddin untuk
mencari sebidang tanah yang masih “suci� sebagai tempat pembangunan
Kerajaan Banten. Setelah mendapat perintah ayahnya tersebut, Hasanuddin
kemudian shalat dan bermunajat kepada Allah agar diberi petunjuk tentang tanah
untuk mendirikan kerajaan. Konon, setelah berdoa, secara spontan air laut yang
berada di sekitarnya tersibak dan menjadi daratan. Di lokasi itulah kemudian
Hasanuddin mulai mendirikan Kerajaan Banten beserta sarana pendukung lainnya,
seperti masjid, alun-alun, dan pasar. Perpaduan empat hal: istana, masjid,
alun-alun, dan pasar merupakan ciri tradisi kerajaan Islam di masa lalu.
D.
Mencermati Keteraturann Ukuran dan Pola (Simetri, Rotasi, Refleksi dan Dilatasi)
1.
Simetri
Simetri
yang dikenal dengan bentuk yang mempunyai titik sumbu, yang kemudian dapat
membagi dua bagian yang sama besar. Jika dilihat pada bentuk atap masjid, yang
berbentuk limas segi empat dan sisi dari bentuknya adalah berbentuk segitiga
sama kaki. Bentuk segitiga sama kaki adalah bentuk yang simetri karena
mempunyai titik sumbu dan jika dibagi menjadi dua bagian yang sama, maka
mempunyai ukuran yang sama besar pula. Begitu juga pada bentuk bangunnya, sama
karena merupakan tersusun dari bangun yang mempunyai sisi segitiga sama kaki
tersebut. Inilah yang disebt keteraturan ukuran dan pola simetri pada Mesjid
Agung Banten
2.
Rotasi
Rotasi yang
dikenal adalah perputaran. Jika diperhatikan pada atap masjid, kita dapat
mengetahui adanya perputaran pada bentuk atap masjid, yaitu jika diputar ke
kana ataupun kekiri, bentuknya akan tetap sama. Inilah yang disebut keteraturan
ukuran dan pola rotasi, yang dapat dilihat pada atap masjid.
3.
Refleksi
Refleksi
yang dikenal adalah pencerminan. Jika diperhatikan pada atap masjid, kita dapat
mengetahui adanya pencerminan pada atapnya, yaitu bentuk atap yy paling atas
sampai yang paling bawah, jika dicerminkan mempunyai bentuk yang sama. Inilah
yang disebut keteraturan ukuran dan pola refleksi, yang dapat dilihat pada
bagian atap masjid.
4.
Dilatasi
Dilatasi
yang dikenal adalah perbesaran. Jika diteliti secara dilatasi pada bangunan
bagian atap Masjid Agung Banten, yang terlihat seperti pagoda cina. Atap masjid
berbentuk seperti bangun ruang limas segi empat yang jika di lihat dari atas
ukurannya semakin kebawah semakin membesar, dan bantuknya tetap sama. Pada atap
masjid inilah terdapat keteraturan ukuran dan pola dilatasi.
DAFTAR
PUSTAKA
keunikan-masjid-agung-banten (diakses pada 10 november
2015)
http://iskandarberkasta-sudra.blogspot.co.id/2011/01/masjid-banten.html (diakses
pada 10 november 2015)
LAMPIRAN






Tidak ada komentar:
Posting Komentar