Diajukan untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan

Disusun oleh:
Lisa
Pradika
Sri Rahmayuni
Tita Lasyah
Kelas:
III B
Kelompok:
8 (Delapan)
PENDIDIKAN
MATEMATIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015
A.
Pengertian Kearifan Lokal
Pengertian
kearifan lokal (local wisdom) dalam kamus terdiri dari dua kata: kearifan
(wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan
Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan
kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius.
Gobyah
(2003), mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang
telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan
perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada.
Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun
kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa
lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun
bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat
universal.
Menurut
Caroline Nyamai-Kisia (2010), kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang
diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasi tertentu yang
terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya.
Kearifan
lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal di bidang
kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan
masyarakat pedesaan. Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya
lokal. Kearifan budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah
sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta
diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.
B.
Ciri-ciri Kearifan Lokal
1.
Mampu
bertahan terhadap budaya luar;
2.
Memiliki
kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar;
3.
Mempunyai
kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli;
4.
Mempunyai
kemampuan mengendalikan;
5.
Mampu
memberi arah pada perkembangan budaya.
C. Bentuk
Kearifan Lokal
Jim Ife (2002) menyatakan bahwa
kearifan lokal terdiri dari lima dimensi yaitu:
1.
Pengetahuan
Lokal
Setiap masyarakat dimanapun berada baik di pedesaan maupun
pedalaman selalu memiliki pengetahuan lokal yang terkait dengan lingkungan
hidupnya. Pengetahuan lokal terkait dengan perubahan dan siklus iklim kemarau
dan penghujan, jenis-jenis fauna dan flora, dan kondisi geografi, demografi,
dan sosiografi. Hal ini terjadi karena masyarakat mendiami suatu daerah itu
cukup lama dan telah mengalami perubahan sosial yang bervariasi menyebabkan
mereka mampu beradaptasi dengan lingkungannnya. Kemampuan adaptasi ini menjadi
bagian dari pengetahuan lokal mereka dalam menaklukkan alam.
2.
Nilai
Lokal
Untuk mengatur kehidupan bersama antara warga masyarakat,
maka setiap masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal yang ditaati dan
disepakati bersama oleh seluruh anggotannya. Nilai-nilai ini biasanya mengatur
hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan
Tuhannnya. Nilai-nilai ini memiliki dimensi waktu, nilai masa lalu, masa kini
dan masa datang, dan nilai ini akan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan
masyarakatnya.
3.
Keterampilan
Lokal
Kemampuan bertahan hidup (survival) dari setiap masyarakat
dapat dipenuhi apabila masyarakat itu memiliki keterampilan lokal. Keterampilan
lokal dari yang paling sederhana seperti berburu, meramu, bercocok tanam sampai
membuat industri rumah tangga. Keterampilan lokal ini biasanya hanya cukup dan
mampu memenuhi kebutuhan keluargannya masing-masing atau disebut dengan ekonomi
subsisten. Keterampilan lokal ini juga bersifat keterampilan hidup (life
skill), sehingga keterampilan ini sangat tergantung kepada kondisi geografi tempat
dimana masyarakat itu bertempat tinggal.
4.
Sumber
Daya Lokal
Sumber daya lokal ini pada umumnya adalah sumber daya alam
yaitu sumber daya yang tak terbarui dan yang dapat diperbarui. Masyarakat akan
menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan
mengekpoitasi secara besar-besar atau dikomersilkan. Sumber daya lokal ini
sudah dibagi peruntukannnya seperti hutan, kebun, sumber air, lahan pertanian,
dan permukiman, Kepemilikan sumber daya lokal ini biasanya bersifat kolektif
atau communitarian.
5.
Mekanisme
Pengambilan Keputusan Lokal
Menurut ahli adat dan budaya sebenarnya setiap masyarakat
itu memiliki pemerintahan lokal sendiri atau disebut pemerintahan kesukuan.
Suku merupakan kesatuan hukum yang memerintah warganya untuk bertindak sebagai
warga masyarakat. Masing masing masyarakat mempunyai mekanisme pengambilan
keputusan yang berbeda –beda. Ada masyarakat yang melakukan secara demokratis
atau “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Ada juga masyarakat yang
melakukan secara bertingkat atau berjenjang naik dan bertangga turun.
D.
Tipe-tipe Kearifan Lokal
1. Kearifan
lokal dalam hubungan dengan makanan: khusus berhubungan dengan lingkungan
setempat, dicocokkan dengan iklim dan bahan makanan pokok setempat. (Contoh:
Sasi laut di Maluku dan beberapa tempat lain sebagai bagian dari kearifan lokal
dengan tujuan agar sumber pangan masyarakat dapat tetap terjaga).
- Kearifan lokal dalam hubungan dengan pengobatan:
untuk pencegahan dan pengobatan. (Contoh: Masing-masing daerah memiliki
tanaman obat tradisional dengan khasiat yang berbeda-beda).
- Kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem
produksi: Tentu saja berkaitan dengan sistem produksi lokal yang
tradisional, sebagai bagian upaya pemenuhan kebutuhan dan manajemen tenaga
kerja. (Contoh: Subak di Bali; di Maluku ada Masohi untuk membuka lahan
pertanian, dll.).
- Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan:
disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut
(Contoh: Rumah orang Eskimo; Rumah yang terbuat dari gaba-gaba di Ambon,
dll.).
- Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian:
disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu.
- Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia:
sistem pengetahuan lokal sebagai hasil interaksi terus menerus yang
terbangun karena kebutuhan-kebutuhan di atas. (Contoh: Hubungan Pela di
Maluku juga berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan pangan, perumahan,
sistem produksi dan lain sebagainya).
E.
Fungsi Kearifan Lokal
Sirtha
(2003) sebagaimana
dikutip oleh Sartini (2004), menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal
yang ada dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, kepercayaan, dan
aturan-aturan khusus. Bentuk yang bermacam-macam ini mengakibatkan fungsi
kearifan lokal menjadi bermacam-macam pula. Fungsi tersebut antara lain adalah:
1. Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan
pelestarian sumberdaya alam.
2. Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan
sumber daya manusia.
3. Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan
ilmu pengetahuan.
4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra
dan pantangan.
F.
Aspek Kearifan Lokal
Bentuk kearifan lokal dapat
dikategorikan ke dalam dua aspek, yaitu kearifan lokal yang berwujud nyata (tangible)
dan yang tidak berwujud (intangible).
1.
Berwujud Nyata (Tangible)
Bentuk kearifan lokal yang berwujud
nyata meliputi beberapa aspek berikut:
a.
Tekstual
Beberapa jenis kearifan lokal seperti sistem nilai, tata
cara, ketentuan khusus yang dituangkan ke dalam bentuk catatan tertulis seperti
yang ditemui dalam kitab tradisional primbon, kalender dan prasi (budaya tulis
di atas lembaran daun lontar). Sebagai contoh, prasi, secara fisik, terdiri
atas bagian tulisan (naskah cerita) dan gambar (gambar ilustrasi).
b.
Bangunan/Arsitektural
Banyak bangunan-bangunan tradisional yang merupakan cerminan
dari bentuk kearifan lokal, seperti bangunan rumah rakyat di Bengkulu. Bangunan
rumah rakyat ini merupakan bangunan rumah tinggal yang dibangun dan digunakan
oleh sebagian besar masyarakat dengan mengacu pada rumah ketua adat. Bangunan
vernakular ini mempunyai keunikan karena proses pembangunan yang mengikuti para
leluhur, baik dari segi pengetahuan maupun metodenya (Triyadi dkk., 2010).
Bangunan vernacular ini terlihat tidak sepenuhnya didukung oleh prinsip dan
teori bangunan yang memadai, namun secara teori terbukti mempunyai
potensi-potensi lokal karena dibangun melalui proses trial & error,
termasuk dalam menyikapi kondisi lingkungannya.
c.
Benda
Cagar Budaya/Tradisional (Karya Seni)
Banyak benda-benda cagar budaya yang merupakan salah satu
bentuk kearifan lokal, contohnya, keris. Keris merupakan salah satu bentuk
warisan budaya yang sangat penting. Meskipun pada saat ini keris sedang
menghadapi berbagai dilemma dalam pengembangan serta dalam menyumbangkan
kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalamnya kepada nilai-nilai kemanusiaan di
muka Bumi ini, organisasi bidang pendidikan dan kebudayaan atau UNESCO Badan
Perserikatan Bangsa Bangsa, mengukuhkan keris Indonesia sebagai karya agung
warisan kebudayaan milik seluruh bangsa di dunia. Setidaknya sejak abad ke-9, sebagai
sebuah dimensi budaya, Keris tidak hanya berfungsi sebagai alat beladiri, namun
sering kali merupakan media ekspresi berkesenian dalam hal konsep, bentuk,
dekorasi hingga makna yang terkandung dalam aspek seni dan tradisi teknologi
arkeometalurgi. Keris memiliki fungsi sebagai seni simbol jika dilihat dari
aspek seni dan merupakan perlambang dari pesan sang empu penciptanya.
d.
Batik
Ilustrasi lainnya adalah batik, sebagai salah satu kerajinan
yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia
(khususnya Jawa) sejak lama. Terdapat berbagai macam motif batik yang setiap
motif tersebut mempunyai makna tersendiri. Sentuhan seni budaya yang
terlukiskan pada batik tersebut bukan hanya lukisan gambar semata, namun
memiliki makna dari leluhur terdahulu, seperti pencerminan agama (Hindu atau
Budha), nilai-nilai sosial dan budaya yang melekat pada kehidupan masyarakat.
2.
Tidak Berwujud (Intangible)
Selain
bentuk kearifan lokal yang berwujud, ada juga bentuk kearifan lokal yang tidak
berwujud seperti petuah yang disampaikan secara verbal dan turun temurun yang
dapat berupa nyanyian dan kidung yang mengandung nilai-nilai ajaran
tradisional. Melalui petuah atau bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud
lainnya, nilai sosial disampaikan secara oral/verbal dari generasi ke generasi.
G. Posisi Kearifan Lokal Guna Pemecahan
Masalah Masa Kini
Tidak dapat
dipungkiri, saat ini dunia mengalami permasalahan yang belum pernah dialami
sebelumnya. Setelah terjadi dua kali perang dunia yang meluluhlantahkan segi-segi
kemanusiaan, maka sistem pengetahuan modern yang menjadikan manusia dengan
kemampuan rasionya sebagai tuan atas dirinya dan dunia pun mulai dikritik.
Kritik-kritik itu datang karena ketidakmampuan rasio modern mengeliminasi
kehancuran-kehancuran yang ditimbulkan akibat kepentingan di balik setiap
penemuan-penemuan di bidang ilmu dan teknologi. Saat ini dunia kembali
berhadapan dengan situasi lain, yaitu perubahan iklim yang tidak lagi menentu.
Sekali lagi rasio modern yang menjadikan pembangunan sebagai salah satu proses
penting mendapat tantangannya. Dengan alasan pembangunan, lingkungan tempat
hidup manusia diobrak-abrik, kota-kota baru dibangun, tambang-tambang baru
dibuka, hanya untuk memenuhi nafsu konsumsi manusia.
Pada tahap
itulah, ketika manusia dengan rasio modernnya telah bingung berhadapan dengan
alam karena sudah tidak mampu lagi menguasainya, kearifan lokal memperoleh
tempatnya kembali. Keharmonisan dengan lingkunganlah yang dapat menjamin masa
depan manusia. Hal itu tentu saja telah dibuktikan lewat proses panjang
kehidupan leluhur dalam komunitas-komunitas lokal dalam mensiasati alam lewat
budaya yang arif dan bijaksana. Dalam beberapa kasus, konflik di Maluku
misalnya, ketika kemampuan pengetahuan ilmiah dalam hubungan dengan manajemen
konflik sepertinya sudah tidak mampu menemukan solusi terbaik, hanya kearifan
lokal yang menjadi titik balik semua itu.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar