Senin, 07 Desember 2015

KEDAULATAN RAKYAT DALAM TATA KEHIDUPAN


A.    PENDAHULUAN
Kedaulatan bagi sebuah negara adalah sangat penting sekali. Negara yang sudah merdeka berarti itu sudah memiliki kedaulatan, oleh karena kemerdekaan adalah hak setiap bangsa di dunia dan merupakan hak asazi setiap manusia di dunia. Bangsa Indonesia mengutuk dan anti penjajahan seperti yang ditegaskan dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea pertama.
Kedaulatan rakyat mengandung arti, bahwa yang terbaik dalam masyarakat ialah yang dianggap baik oleh semua orang yang merupakan rakyat. Pengertian kedaulatan itu sendiri adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya de-ngan semua cara yang tersedia. Oleh karena itu, kedaulatan rakyat membawa konsekuensi, bahwa rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

B.     PENGERTIAN
Kedaulatan berasal dari bahasa Arab (daulah), yang berarti kekuasaan tertinggi. Menurut Jean Bodin (tokoh ilmu negara), kedaulatan dalam negara ialah kekuasaan tertinggi dalam negara yang tidak berasal dari kekuasaan lain. Berdasarkan pengertian tersebut maka kedaulatan memiliki sifat :
a.       asli, tidak terbagi bagi, mutlak, dan permanen. Karena kekuasaan yang tertinggi itu tidak berasal dari pemberian kekuasaan yang lebih tinggi.


b.      tidak terbagi-bagi artinya utuh dimiliki oleh pemegang kedaulatan itu tanpa dibagi kepada pihak lain.
c.       Permanen / abadi, artinya kedaulatan itu tetap, tidak berubah berada dalam kekuasaan pemegang kedaulatan tersebut.
d.      Tunggal berarti hanya ada satu kekuasaan tertinggi, sehingga kekuasaan itu tidak dapat dibagi-bagi. Dengan demikian, kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi.
Pengertian kedaulatan rakyat berhubungan erat dengan pengertian perjanjian masyarakat dalam pembentukan asal mula negara. Negara terbentuk karena adanya perjanjian masyarakat. Perjanjian masyarakat disebut juga dengan istilah kontrak sosial. Ada beberapa ahli yang telah mempelajari kontrak sosial, antara lain Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jaques Rousseau. Kedaulatan adalah suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan, masyarakat, atau atas diri sendiri terdapat penganut dalam dua teori yaitu berdasarkan pemberian dari Tuhan atau Masyarakat. 
Beberapa pemikiran mengenai kedaulatan dan pemegang kedaulatan suatu negara setelah revolusi Perancis dikemukakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam karyanya Du Contrat Social Ou Principes Du Droit Politique (Mengenai Kontrak Sosial atau Prinsip-prinsip Hak Politik) membagi tingkat kedaulatan menjadi dua yaitu de facto dan de jure.

C.    TEORI KEDAULATAN RAKYAT
Muncullah teori-teori kedaulatan yang mencoba merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat dalam suatu negara:
1. Kedaulatan Tuhan.
2. Kedaulatan Raja
3. Kedaulatan Rakyat.
4. Kedaulatan Negara.
5. Kedaulatan Hukum.
Bentuk kedaulatan negara dan hukum menunjukkan kedaulatan yang tidak dipegang oleh suatu persoon.

1.      Kedaulatan Tuhan
Teori kedaulatan Tuhan dimana kekuasaan yang tertinggi ada pada Tuhan, jadi didasarkan pada agama. Apabila pemerintah negara itu berbentuk kerajaan (monarki) maka dinasti yang memerintah disana dianggap turunan dan mendapat kekuasaannya dari Tuhan. Raja bisa menetapkan kepercayaan atau agama yang harus dianut atau dipeluk oleh rakyat/warganya. Misalnya jika Tenno Heika di Jepang dianggap berkuasa sebagai turunan dari Dewa matahari.
Tokoh – tokoh yang menganut adalah :
1)    Augustin
2)    Thomas Aquinas
3)    Marsilius

2.      Kedaulatan Raja
Teori kedaulatan bahwa kekuasaan yang tertinggi ada pada raja hal ini dapat digabungkan dengan teori pembenaran negara yang menimbulkan kekuasaan mutlak pada raja/ satu penguasa. Kebijakan Raja bias melebihi kontitusi, bahkan dapat melanggar hokum moral sehingga raja dapat berbuat atau bertindak sewenang – wenang.
Tokoh – tokoh yang menganut yaitu :
1)      Thomas Hobbes.
2)      L’etat cest moi yang diungkapkan oleh Louis XVI
3)      Nicollo Machiaverlli
4)      Hegel

3.      Kedaulatan Rakyat
Teori ini lahir dari reaksi pada kedaulatan raja. Sebagai pelopor teori ini adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Menurut beliau bahwa raja memerintah hanya sebagai wakil rakyat, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu. Itu sebabnya Rosseau dianggap sebagai Bapak Kedaulatan Rakyat. Teori ini menjadi inspirasi banyak negara termasuk Amerika Serikat dan Indonesia, dan dapat disimpulkan bahwa trend dan simbol abad 20 adalah tentang kedaulatan rakyat.
Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada negara. Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan yang diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan. Bilamana pemerintah ini melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang disebut “volonte generale” oleh Rousseau. Apabila Raja memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu.
Tokoh – tokoh yang menganut adalah :
1)      John Locke
2)      Jean Jacques Rousseau
3)      Montesquie

4.      Kedaulatan Negara
Menurut paham ini, Negaralah sumber dalam negara. Dari itu negara (dalam arti government= pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty dan property dari warganya. Warga negara bersama-sama hak miliknya tersebut, dapat dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka taat kepada hukum tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu adalah kehendak negara.
Sehingga praktis rakyat tidak mempunyai kewenangan apa-apa dan tidak memiliki kedaulatan. Tetapi wewenang tertinggi tersebut berada pada negara. Sebenarnya negara hanyalah alat, bukan yang memiliki kedaulatan. Karena pelaksanaan kedaulatan adalah negara, dan negara adalah abstrak maka kedaulatan ada pada raja.
Tokoh – tokoh yang menganut adalah :
1)      Jean Bodin
2)      George Jellinek
3)      Hitler
4)      Musolini

5.      Kedaulatan Hukum
Teori ini menunjukkan kekuasaan yang tertinggi terletak pada hukum yang bersumber pada kesadaran hukum pada setiap orang. Maka dalam suatu Negara yang menganut teori ini sering disebut Rechts Souvereinities bahwa baik raja, rakyat, dan Negara harus taat serta patuh pada hokum. Siapa yang melanggar hukum harus dikenakan sanksi/hukuman.
Menurut teori ini, hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari kesadaran hukum manusia. Dan hukum merupakan sumber kedaulatan. Kesadaran hukum inilah yang membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil. Teori ini dipakai oleh Indonesia dengan mengubah Undang-Undang Dasarnya, dari konsep kedaulatan rakyat yang diwakilkan menjadi kedaulatan hukum. Kedaulatan hukum tercantum dalam UUD 1945 “Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh Undang-Undang Dasar.
Tokoh yang menganut teori ini adalah :
1)      Krabbe
2)      Immanuel Kant
3)      Kranenburg


D.    Teori Kedaulatan yang Dianut oleh Negara Republik Indonesia
Berdasarkan uraian tentang jenis kedaulatan seperti yang telah di jelaskan, Bangsa Indonesia diketahui menganut kedaulatan rakyat. Dasar dari penjelasan tersebut, dapat dilihat di dalam Pancasila sila ke-4. Isinya adalah ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.
Bukti lain bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dapat kita temukan di dalam isi Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4, yang perumusannya sebagai berikut:
”….. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Bagaimana di dalam pasal-pasal UUD 1945? Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 2, ditegaskan bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar.
Berdasarkan uraian tentang kedaulatan rakyat tersebut, jelaslah bahwa negara kita termasuk penganut teori kedaulatan rakyat. Rakyat memiliki kekuasaan yang tertinggi dalam negara, tetapi pelaksanaanya diatur oleh undang-undang dasar.
Selain dari penganut jenis kedaulatan rakyat, ternyata UUD Negara RI Tahun 1945, juga menganut jenis kedaulatan hukum. Hal tersebut dapat ditemukan di dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945, isinya adalah negara Indonesia adalah negara hukum. Artinya negara kita bukan negara kekuasaan. Bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatur menurut hukum yang berlaku. Misalnya peraturan berlalu lintas di jalan raya diatur oleh peraturan lalu lintas. Menebang pohoh dihutan diatur oleh peraturan, supaya tidak terjadi penggundulan hutan yang berakibat banjir, dan contoh lainnya.
Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 juga merupakan dasar bahwa negara kita menganut kedaulatan hukum isi lengkapnya adalah segala warga negara bersamaan kedudukkanya dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Maknanya bahwa setiap warga negara yang ada di wilayah negara kita kedudukan sama di dalam hukum, jika melanggar hukum siapapun akan mendapat sanksi. Misalnya rakyat biasa, atau anak pejabat jika mereka melanggar harus diberikan sanksi, mungkin berupa kurungan (penjara) atau dikenakan denda.

E.     MACAM – MACAM KEDAULATAN RAKYAT
Kedaulatan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a.    Kedaulatan ke dalam (internal sovereignity), yaitu negara berhak mengatur segala kepentingan rakyat melalui berbagai lembaga Negara dan perangkat lainnya tanpa campur tangan negara lain.
b.    Kedaulatan ke luar (external sovereignity) yaitu negara berhak untuk mengadakan hubungan atau kerjasama dengan negara-negara lain, untuk kepentingan bangsa dan negara.


F.     CARA PANDANG TENTANG KEDAULATAN
Ada dua ajaran atau faham yang memberikan pengertian tentang kedaulatan ini, yaitu:
1. Monisme, yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah tunggal, tidak dapat dibagi-bagi, dan pemegang kedaulatan adalah pemegang wewenang tertinggi dalam negara (baik yang berwujud persoon atau lembaga). Jadi wewenang tertinggi yang menentukan wewenang-wewenang yang ada dalam negara tersebut (Kompetenz-Kompetenz).
2. Pluralisme, ajaran yang menyatakan bahwa negara bukanlah satu-satunya organisasi yang memiliki kedaulatan (Harold J Laski). Banyak organisasi-organisasi lain yang ‘berdaulat‘ terhadap orang-orang dalam masyarakat. Sehingga, tugas negara hanyalah mengkoordinir (koordineren) organisasi yang berdaulat di bidangnya masing-masing. Keadaan ini oleh Baker disebutkan sebagai “Polyarchisme”. Di lingkungan ajaran Katholik dikenal dengan nama “subsidiaristeit beginsel” (prinsip subsidiaritas). Ajaran Pluralisme ini lahir karena ajaran Monisme terlalu menekankan soal kekuatan atau menekankan (force) hukum dalam melihat masyarakat negara, dan kurang menekankan soal kehendak (will) dari rakyat seperti yang diajarkan Rousseau.

G.    KEDAULATAN MENURUT UUD 1945
1. Kedaulatan Menurut UUD 1945 Sebelum Perubahan
Indonesia adalah salah satu negara yang menganut teori kedaulatan rakyat. Hal itu terlihat dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “.....susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.....”. selanjutnya dijelaskan pula dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil dekrit 5 juli 1959 atau sebelum perubahan yang berbunyi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Menurut pasal tersebut maka MPR adalah penjelmaan rakyat indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang memegang kedaulatan rakyat sepenuhnya.

2. Kedaulatan Menurut UUD 1945 Setelah Perubahan
Perubahan UUD 1945 ketiga tahun 2001 yang diantaranya mengubah rumusan pasal 2 ayat (2) UUD 1945 yang bunyinya menjadi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Perubahan rumusan pasal 2 ayat (2) UUD 1945 tersebut membawa kosekuensi dan implikasi yang signifikan terhadap fungsi dan kewenangan dari lembaga negara, terutama pada lembaga MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat sepenuhnya. Dengan demikian MPR tidak lagi sebagai satu-satunya lembaga yang melakukan kedaulatan rakyat. Kedaulatan tetap dipegang oleh rakyat, namun pelaksanaanya dilakukan oleh beberpa lembaga negara yang memperoleh amanat dari rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

H.    PERAN LEMBAGA NEGARA
UUD 1945 Bab I Bentuk dan Kedaulatan, Pasal 1 (2) menyatakan, bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan ketentuan itu dapat diartikan, bahwa pemilik kedaulatan dalam negara Indonesia ialah rakyat. Pelaksanaan ke-daulatan ditentukan menurut Undang-Undang Dasar. 
Pelaksana kedaulatan negara Indonesia menurut UUD 1945 adalah rakyat dan lembaga-lembaga negara yang berfungsi menjalankan tugas-tugas kenegaraan sebagai representasi kedaulatan rakyat. Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Komisi Yudisial. Pelaksanaan kedaulatan rakyat menurut Undang-Undang Dasar 1945 inilah sebagai sistem peme-rintahan Indonesia. Dengan kata lain sistem pemerintahan Indonesia adalah pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Penjelasan pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 diuraikan lebih lanjut di bawah ini.
UUD 1945 menentukan, bahwa rakyat secara langsung dapat melaksanakan kedaulatan yang dimilikinya. Keterlibatan rakyat sebagai pelaksana kedaulatan dalam UUD 1945 ditentukan dalam hal:
a.       Mengisi keanggotaan MPR, karena anggota MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD dipilih me¬lalui pemilihan umum (Pasal 2 (1)).
b.      Mengisi keanggotaan DPR melalui pemilihan umum (Pasal 19 (1)).
c.       Mengisi keanggotaan DPD (Pasal 22 C (1)).
d.      Memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam satu pa-sangan secara langsung (Pasal 6 A (1)).

Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Komisi Yudisial. 
Adapun penjelasan tentang lembaga-lembaga negara pelaksanaan kedaulatan rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 diuraikan lebih lanjut di bawah ini.
1.      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Pasal 2 (1) UUD 1945 menyatakan, bahwa MPR ter¬diri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Pemilihan umum anggota DPR dan anggota DPD diatur melalui UU No. 12 Tahun 2003. Sedangkan keten-tuan tentang susunan dan kedudukan MPR diatur dengan UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Dengan kedudukannya sebagai lembaga negara, MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara.
MPR mempunyai tugas dan wewenang se-bagai berikut:
a.       Mengubah dan menetapkan UUD;
b.       Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam Sidang Paripurna MPR;
c.       Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahka¬mah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di Sidang Paripurna MPR;
d.      Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Pre-siden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;
e.       Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari.
f.        Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presiden-nya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari;
g.       Menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR.

2.      Presiden
UUD 1945 mengatur, bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.       warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehen¬daknya sendiri (Pasal 6 (1) UUD 1945).
b.      tidak pernah mengkhianati negara (Pasal 6 (1) UUD 1945).
c.       mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Pre-siden (Pasal 6 (1) UUD 1945).
d.      dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6 A (1)) UUD 1945).
e.       diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai poli¬tik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pe¬milihan umum (Pasal 6 A (2) UUD 1945).

3.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 
Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum (Pasal 19 (1) UUD 1945). Sedangkan susunan keanggotaan DPR diatur melalui undang-undang (Pasal 19 (2) UUD 1945). Fungsi DPR ditegaskan dalam Pasal 20A (1) UUD 1945, bahwa DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi DPR antara lain diwujudkan dalam pembentukan undang-undang bersama Presiden. Fungsi anggaran DPR berupa penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diajukan Presiden. Sedangkan fungsi pengawasan DPR dapat meli- puti pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, dan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah sesuai dengan jiwa UUD 1945.

4.      Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 
BPK merupakan lembaga negara yang bebas dan mandiri dengan tugas khusus untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (Pasal 23 E (1) UUD 1945). Kedudukan BPK yang bebas dan mandiri, berarti terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah, karena jika tunduk kepada pemerintah tidaklah mungkin dapat melakukan kewajibannya dengan baik.
Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang me- minta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan instansi pemerintah, atau badan swasta sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.

5.      Mahkamah Agung (MA)
MA merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Kons- titusi di Indonesia (Pasal 24 (2) UUD 1945). Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, MA membawa- hi beberapa macam lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (Pasal 24 (2) UUD 1945).
Oleh karena itu dalam melaksanakan tugas- nya, MA terlepas dari pengaruh pemerintah dan pe- ngaruh-pengaruh lembaga lainnya. Sebagai lembaga judikatif, MA memiliki kekuasaan dalam memutuskan permohonan kasasi (tingkat banding terakhir), memeriksa dan memutuskan sengketa tentang kewenangan mengadili, dan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah mem- peroleh kekuatan hukum tetap. MA juga berwenang untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah un- dang-undang terhadap undang-undang serta mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
MA merupakan lembaga peradilan umum di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menganut sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

6.      Mahkamah Konstitusi 
UUD 1945 menyebutkan adanya Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk 
1)      mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji undang-undang terhadap UUD, 
2)      memutus seng- keta kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, 
3)      memutus pembuba- ran partai politik, 
4)      memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (Pasal 24 C (1)), 
5)      wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD (Pasal 24 C (2) UUD 1945).

7.      Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
DPD merupakan bagian dari keanggota- an MPR yang dipilih melalui pemilihan umum dari setiap propinsi (Pasal 2 (1) dan Pasal 22 C (1) UUD 1945). DPD merupakan wakil-wakil propinsi (Pasal 32 UU No. 22 Tahun 2003). Oleh karena itu, anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya, dan selama bersidang bertempat tinggal di ibukota negara RI (Pasal 33 (4) UU No. 22 Tahun 2003).
Kewenangan DPD dituangkan dalam Pasal 22 D UUD 1945, yaitu: 
a.       mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; 
b.      ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta peng- gabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah; 
c.       memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. 
d.      Melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan undang- undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama, serta


8.      Pemerintah Daerah
Pemerintah Derah merupakan penyelenggara peme- rintahan daerah. Keberadaan pemerintahan daerah di- landasi oleh ketentuan UUD 1945 Pasal 18 (1) yang me- nyatakan, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan da- erah, yang diatur dengan undang- undang.
Pemerintahan daerah dibedakan antara pemerintah- an daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/ kota (Pasal 3 UU No. 32 Tahun 2004). Pemerintahan daerah provinsi terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi. Sedangkan pemerintahan daerah kabupaten/kota terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Dalam Pasal 24 UU No. 32 Tahun 2004 dibedakan sebutan kepala daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Pemerintah daerah provinsi dipimpin oleh Gubernur seba- gai kepala daerah provinsi. Pemerintah daerah kabupaten dipimpin oleh Bupati sebagai kepala daerah kabupaten. Pemerintah daerah kota dipimpin oleh Walikota sebagai kepala daerah kota.

9.      Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
DPRD dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Su- sunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD di- nyatakan, bahwa DPRD terdiri atas DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah (Pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004).
DPRD Propinsi merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lem baga daerah propinsi (Pasal 60 UU No. 22 Tahun 2003). Sedangkan DPRD Kabupaten/Kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah kabupaten/kota (Pasal 76 UU No. 22 Tahun 2003). Fungsi DPRD secara umum sama dengan fungsi DPR, yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan.

10. Komisi Pemilihan Umum 
Komisi pemilihan umum merupa-kan komisi yang bertanggung jawab akan pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia. Komisi pemilihan umum bersifat nasional, tetap, dan mandiri (Pasal 22 E (5) UUD 1945). Komisi pemilihan umum sebagai lembaga pemilihan umum yang selanjutnya disebut KPU (Pasal 1 (6) UU No. 22 Tahun 2007 ten- tang Penyelenggara Pemilihan Umum). KPU menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat (Pasal 1 (5) UU No. 22 Tahun 2007). Susunan organisasi penyelenggara pe- milihan umum berdasarkan Pasal 4 UU No. 22 Tahun 2007 adalah: a. KPU berkedudukan di ibu kota negara Republik Indo- nesia. b. KPU Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi. c. KPU Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Dalam menyelenggarakan pemilihan umum, KPU berpedoman kepada asas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 UU No. 22 Tahun 2007 sebagai berikut:

a. Mandiri,
b. Jujur,
c. Adil,
d. Kepastian hukum,
e. Tertib penyelenggara pemilihan umum,
f. Kepentingan umum,
g. Keterbukaan,
h. Proporsionalitas,
i. Profesionalitas,
j. Akuntabilitas,
k. Efisiensi, dan
l. Efektivitas.


11.  Komisi Yudisial
Komisi Yudisial adalah lembaga yang mandiri yang dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 24 B (3) UUD 1945). Anggota Komisi Yudisial harus mempu¬nyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela (Pasal 24 B (2) UUD 1945).
Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangka- tan hakim agung serta menjaga dan menegakkan kehor- matan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim (Pasal 24 B (1) UUD 1945).

I.       SIKAP POSITIF TERHADAP KEDAULATAN RAKYAT
Secara umum dapat di- katakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang teror- ganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakan mer- eka. Sedangkan menurut Pasal 1 UU No. 2 Tahun 2008 tetang Partai Politik, bahwa yang disebut partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memper- juangkan dan membela kepentingan politik anggota, ma- syarakat, bangsa, dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalur¬kan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyara¬kat modern yang begitu luas, pendapat dan aspirasi se¬seorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan “penggabungan kepenti-ngan” (interest aggregation). Sesudah digabung, pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur. Proses ini dinamakan “perumusan kepentingan” (interest articulation).
Melalui pemilihan seperti itulah akan dibentuk lem¬baga-lembaga negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu lembaga negara yang dibentuk dalam sistem pemerintahan Indonesia adalah DPRD.

J.      KESIMPULAN
1.      Kedaulatan rakyat membawa konsekuensi, rakyat sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. UUD 1945 menyatakan, bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
2.      Dengan ketentuan itu dapat diartikan, bahwa pemilik kedaulatan dalam negara Indonesia ialah rakyat. Pelaksana kedaulatan negara Indonesia menurut UUD 1945 adalah rakyat dan lem¬baga-lembaga negara yang berfungsi menjalankan tugas-tugas kenegaraan sebagai representasi kedaulatan rakyat.
3.      Pelaksanaan pemerintahan Indone¬sia berdasarkan UUD 1945 tersebut dikenal dengan sistem pemerintahan Indonesia.
4.      Dalam membangun sikap positif terhadap kedaulatan rakyat dan sistem pemerintahan Indonesia antara lain dapat dilakukan dengan mengenal partai-partai politik, menghargai hasil pemilihan umum, dan menghormati ke¬beradaan lembaga-lembaga negara.

Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate Governance)

Struktur Tata Kelola Perusahaan

Struktur Tata Kelola Perusahaan meliputi organ utama dan organ pendukung. Organ Utama di Perum BULOG meliputi Rapat Pembahasan Bersama (RPB), Dewan Pengawas dan Direksi. Sedangkan Organ Pendukung meliputi Komite di bawah Dewan Pengawas, Sekretaris Perusahaan, Satuan Pengawas Intern dan Auditor Eksternal. Fungsi utama organ pendukung adalah membantu organ utama Direksi dan Dewan Pengawas untuk menjalankan operasional perusahaan.

A.  Rapat Pembahasan Bersama (RPB)

Rapat Pembahasan Bersama (RPB) merupakan organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perusahaan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Dewan Pengawas. Rapat Pembahasan Bersama diselenggarakan oleh Kementerian BUMN selaku Wakil Pemerintah sebagai Pemilik Modal Perum BULOG dan dihadiri oleh Menteri Negara BUMN cq. Deputi Teknis Kemeterian BUMN beserta jajarannya, Dewan Pengawas dan Direksi beserta jajarannya.
RPB dalam perusahaan terdiri dari RPB Tahunan dan RPB Luar Biasa. Pelaksanaan RPB Tahunan diselenggarakan antara lain untuk menyetujui/mengesahkan Laporan Tahunan dan Perhitungan Tahunan, Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) serta Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP). Sedangkan Pelaksanaan RPB Luar Biasa dapat diadakan setiap saat jika dianggap perlu, untuk menetapkan atau memutuskan hal-hal yang tidak dilakukan pada RPB Tahunan. 

B.  Dewan Pengawas

Dewan Pengawas adalah organ perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi jika dipandang perlu dalam mengelola perusahaan serta memantau efektifitas praktek Good Corporate Governance (GCG) yang diterapkan Perum BULOG.
Berdasarkan Kep-01/DEWAS/V/2012 tentang Organisasi dan Tata kerja Dewan Pengawas Perum BULOG, Dewan Pengawas adalah organ perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi jika dipandang perlu dalam pengurusan Perusahaan .
Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Pengawas bertanggung jawab antara lain :
a.    Bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan Perusahaan yang dilakukan oleh Direksi.
b.    Bertanggung jawab untuk memberikan nasihat kepada Direksi dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan Perusahaan.
c.    Bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan RJPP, RKAP, Ketentuan Anggaran Dasar, Keputusan
Rapat Dewan Pengawas dan Direksi, Keputusan Rapat Pembahasan Bersama (RPB) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugasnya di lingkungan kerja Dewan Pengawas, maka Ketua Dewan Pengawas dapat mengangkat seorang Sekretaris Dewan Pengawas. Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, Dewan Pengawas mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu apabila dipandang perlu, Dewan Pengawas dapat mengundang Direksi untuk membahas hal-hal penting dan mendesak yang memerlukan persetujuan Dewan Pengawas. Setiap pelaksanaan rapat Dewan Pengawas harus dibuat risalah rapat oleh Sekretaris Dewan Pengawas.

C.  Direksi

Direksi merupakan organ perusahaan yang bertanggung jawab atas kepengurusan perusahaan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan. Direksi diangkat berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, dedikasi tinggi untuk memajukan perusahaan. Dan telah melewati fit and proper test. Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Sesuai anggaran Dasar Perum BULOG, tugas dan tanggung jawab direksi adalah sebagai berikut : 

o    Memimpin, mengurus dan mengelola Perusahaan sesuai dengan tujuan Perusahaan dengan senantiasa berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna Perusahaan;
o    Menguasai, memelihara dan mengurus kekayaan Perusahaan;
o    Mewakili Perusahaan di dalam dan di luar Pengadilan;
o    Menyiapkan Rencana Jangka Panjang serta Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;
o    Mengadakan dan memelihara pembukuan dan administrasi Perusahaan sesuai dengan kelaziman yang berlaku bagi suatu Perusahaan;
o    Menyiapkan struktur organisasi dan tata kerja Perusahaan lengkap dengan perincian tugasnya:
melakukan kerjasama usaha, membentuk anak Perusahaan dan melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain dengan persetujuan Menteri Keuangan;
o    Menyiapkan laporan tahunan dan laporan berkala.
Sesuai Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-01/MBU/2011 pasal 19, tugas dan tanggung jawab Direksi diperluas untuk hal-hal sebagai berikut :
o    Direksi harus melaksanakan tugasnya dengan itikad baik untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan maksud dan tujuan BUMN, serta memastikan agar BUMN melaksanakan tanggung jawab sosialnya serta memperhatikan kepentingan dari berbagai Pemangku Kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
o    Salah seorang anggota Direksi ditunjuk oleh Rapat Direksi sebagai penanggung jawab dalam penerapan dan pemantauan GCG di BUMN yang bersangkutan.
o    Direksi harus menyampaikan informasi mengenai identitas, pekerjaan-pekerjaan utamanya, jabatan Dewan Komisaris di anak perusahaan/perusahaan patungan dan/atau perusahaan lain, termasuk rapat-rapat yang dilakukan dalam satu tahun buku (rapat internal maupun rapat gabungan dengan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas), serta gaji, fasilitas, dan/atau tunjangan lain yang diterima dari BUMN yang bersangkutan dan anak perusahaan/perusahaan patungan BUMN yang bersangkutan, untuk dimuat dalam Laporan Tahunan BUMN.
o    Direksi wajib melaporkan kepada BUMN mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya (istri/suami dan anak-anaknya) pada BUMN yang bersangkutan dan perusahaan lain, termasuk setiap perubahannya.
Dalam mendukung kelancaran pelaksanaan tugasnya, Direksi mengadakan Rapat Direksi 1 (satu) kali dalam seminggu setiap hari Selasa. Selain rapat Direksi, Direksi juga menghadiri Rapat Gabungan antara Dewan Pengawas dan Direksi yang diselenggarakan 1 (satu) kali dalam sebulan. Setiap pelaksanaan rapat Direksi harus dibuatkan risalah rapat oleh Sekretaris Perusahaan, sedangkan risalah rapat gabungan Dewas Direksi dibuat oleh Sekretaris Perusahaan bersama Sekretaris Dewan Pengawas.

D.  Komite di bawah Dewan Pengawas

Berdasarkan Surat Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor S-375/MBU.Wk/2011 tentang Kebijakan Menteri Negara BUMN Dalam Pengurusan dan Pengawasan BUMN, dan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-12/MBU/2012 tentang Organ Pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara, bahwa Dewan Pengawas wajib membentuk Komite Audit dan 1 (satu) Komite lainnya yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya. Sesuai dengan peraturan tersebut, maka Dewan Pengawas Perum BULOG sepakat membentuk 2 (dua) Komite yaitu Komite Audit dan Komite Tata Kelola Perusahaan yang tercantum dalam dengan Keputusan Dewan Pengawas Perum BULOG Nomor KEP-01/DEWAS/V/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dewan Pengawas Perum BULOG.
Komite Audit diketuai oleh anggota Dewan Pengawas Ardiansyah Parman, sedangkan Komite Tata Kelola Perusahaan diketuai oleh anggota Dewan Pengawas Johanes Budi Rahardjo.
Komite Audit berdasarkan peraturan Kementerian BUMN Nomor Per-05/MBU/2006 tanggal 20 Desember 2006, bertugas membantu Dewas dalam:
0.    Memastikan efektifitas sistem dan pengendalian intern serta efektifitas pelaksanaan tugas eksternal auditor dan internal auditor;
1.     Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh SPI maupun Auditor Eksternal;
2.    Memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem dan pengendalian manajemen serta pelaksanaannya;
3.    Memastikan telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap segala informasi yang dikeluarkan perusahaan ;
4.    Melakukan identifikasi terhadap hal-hal yang memerlukan perhatian Dewas serta tugas-tugas Dewas lainnya.
Komite Tata Kelola Perusahaan mempunyai tugas membantu Dewas dalam:
5.    Memantau penerapan tata kelola perusahaan yang baik (TKP) pada Perum BULOG baik pusat maupun daerah;
6.    Melakukan evaluasi terhadap penerapan TKP dalam rangka meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional;
7.    Melakukan kajian terhadap penerapan TKP dalam rangka peningkatan pelaksanaan TKP di masa yang akan datang;
8.    Memantau kegiatan pengelolaan manajemen risiko di bidang operasi dan pengembangan usaha dalam rangka mengurangi kerugian atau yang dapat mengganggu kelangsungan perusahaan;
9.    Melakukan penilaian secara berkala dan merekomendasikan risiko usaha dari kegiatan operasi dan pengembangan usaha;
10. Melakukan evaluasi terhadap risiko usaha baik pada kegiatan operasi dan pengembangan usaha yang merupakan kajian terhadap tahapan pengendalian risiko untuk masukan dalam pengendalian risiko berikutnya dan atau kebijakan selanjutnya;
11.  Melakukan penilaian secara berkala dan merekomendasikan tentang Pengembangan terhadap kebijakan dan strategi di bidang industry, perdaganganjasa dan lain-lainyang berkaitan dengan kegiatan perusahaan;
12. Melakukan evaluasi terhadap Pengembangan kebijakan dan strategi di bidang industry, perdagangan, jasa dan lainnya yag diberkaitan dengan kegiatan perusahaan;
13. Melaporkan secara berkala hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua Dewan Pengawas.

E.  Satuan Pengawas Intern (SPI)

Fungsi Audit Internal di Perum BULOG dijalankan oleh Satuan Pengawas Intern (SPI). Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2003 tentang Pendirian BULOG, Satuan Pengawas Intern bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan bertugas membantu Direktur Utama dalam melaksanakan pemeriksaan intern keuangan dan pemeriksaan operasional perusahaan serta menilai pengendalian, pengelolaan dan pelaksanaannya pada perusahaan serta memberikan saran-saran perbaikan.
Dalam pelaksanaan kegiatannya, SPI dipimpin oleh seorang Kepala SPI yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama dan membawahi 4 Koordinator Pengawasan Wilayah (Korwil), Kabag Administrasi, dan 26 Kabid Pengawasan Divre dengan jumlah personil keseluruhan sebanyak 241 orang. Selain melakukan audit kegiatan manajemen perusahaan, SPI juga melakukan evaluasi kecukupan dan efektifitas sistem pengendalian intern dan manajemen risiko, melakukan investigasi dan audit khusus terhadap kasus yang berindikasi adanya kecurangan (fraud).
Kedudukan tugas dan tanggung jawab SPI dituangkan dalam Internal Audit Charter . Internal Audit Charter dimaksudkan sebagai acuan kerja bagi para auditor internal SPI Perum Bulog sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara profesional serta sesuai dengan prinsip-prinsip GCG. Sesuai ketentuan Internal Audit Charter dan Pedoman Pemeriksaan, pelaksanaan tugas pengawasan SPI didasarkan atas Program Kerja Pemeriksaan Tahunan (PKPT) yang kemudian atas hasilnya pengawasannya dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Program Kerja Pemeriksaan Tahunan (PKPT) dilaksanakan setiap tahun baik tingkat SPI Pusat maupun SPI Divre.

F.  Sekretaris Perusahaan

Perusahaan mengangkat Sekretaris Perusahaan (Sesper) yang bertindak sebagai pejabat penghubung (“liaison officer”) antara Pemilik Modal, Dewan Pengawas, Direksi, unit kerja perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya. Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab memberikan dan menyiapkan informasi untuk Direksi dan Dewan Pengawas secara berkala apabila diminta. Sesuai Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, sesper memiliki fungsi :
o    Memastikan BUMN mematuhi peraturan tentang persyaratan keterbukaan sejalan dengan penerapan prinsip – prinsip GCG;
o    Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh Direksi dan Dewan Pengawas secara berkala dan/atau sewaktu-waktu apabila diminta;
o    Sebagai penghubung (liaision officer) ; dan
o    Menatausahakan serta menyimpan dokumen perusahaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada daftar Pemegamg Saham, Daftar Khusus dan risalah rapat Direksi, rapan Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas dan RUPS.

G.  Auditor Eksternal

Auditor Eksternal sebagai pihak yang independen dan profesional memberikan pernyataan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor eksternal ditetapkan dalam RPB dari calon-calon yang diajukan oleh Dewan Pengawas. Auditor Eksternal harus bebas dari pengaruh Dewan Pengawas, Direksi dan pemangku kepentingan di perusahaan serta tidak diperbolehkan memberikan jasa lain di luar audit selama periode pemeriksaan. Pemeriksaan oleh Auditor Ekstern dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan yang berlaku umum dan sesuai dengan kode etik profesi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar