A. PENDAHULUAN
Kedaulatan bagi sebuah negara adalah sangat penting sekali. Negara yang
sudah merdeka berarti itu sudah memiliki kedaulatan, oleh karena kemerdekaan
adalah hak setiap bangsa di dunia dan merupakan hak asazi setiap manusia di
dunia. Bangsa Indonesia mengutuk dan anti penjajahan seperti yang ditegaskan
dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea pertama.
Kedaulatan rakyat mengandung arti, bahwa yang terbaik dalam masyarakat
ialah yang dianggap baik oleh semua orang yang merupakan rakyat. Pengertian
kedaulatan itu sendiri adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat
undang-undang dan melaksanakannya de-ngan semua cara yang tersedia. Oleh karena
itu, kedaulatan rakyat membawa konsekuensi, bahwa rakyat sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
B. PENGERTIAN
Kedaulatan berasal dari bahasa Arab (daulah), yang berarti kekuasaan
tertinggi. Menurut Jean Bodin (tokoh ilmu negara), kedaulatan dalam negara
ialah kekuasaan tertinggi dalam negara yang tidak berasal dari kekuasaan lain.
Berdasarkan pengertian tersebut maka kedaulatan memiliki sifat :
a. asli, tidak terbagi bagi,
mutlak, dan permanen. Karena kekuasaan yang tertinggi itu tidak berasal dari
pemberian kekuasaan yang lebih tinggi.
b. tidak terbagi-bagi artinya utuh
dimiliki oleh pemegang kedaulatan itu tanpa dibagi kepada pihak lain.
c. Permanen / abadi, artinya
kedaulatan itu tetap, tidak berubah berada dalam kekuasaan pemegang kedaulatan
tersebut.
d. Tunggal berarti hanya ada satu
kekuasaan tertinggi, sehingga kekuasaan itu tidak dapat dibagi-bagi. Dengan
demikian, kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi.
Pengertian kedaulatan rakyat berhubungan erat dengan pengertian perjanjian
masyarakat dalam pembentukan asal mula negara. Negara terbentuk karena adanya
perjanjian masyarakat. Perjanjian masyarakat disebut juga dengan istilah
kontrak sosial. Ada beberapa ahli yang telah mempelajari kontrak sosial, antara
lain Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jaques Rousseau. Kedaulatan adalah
suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan, masyarakat,
atau atas diri sendiri terdapat penganut dalam dua teori yaitu berdasarkan
pemberian dari Tuhan atau Masyarakat.
Beberapa pemikiran mengenai kedaulatan dan pemegang kedaulatan suatu negara
setelah revolusi Perancis dikemukakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam karyanya
Du Contrat Social Ou Principes Du Droit Politique (Mengenai Kontrak Sosial atau
Prinsip-prinsip Hak Politik) membagi tingkat kedaulatan menjadi dua yaitu de
facto dan de jure.
C. TEORI KEDAULATAN RAKYAT
Muncullah teori-teori kedaulatan yang mencoba merumuskan siapa dan apakah
yang berdaulat dalam suatu negara:
1. Kedaulatan Tuhan.
2. Kedaulatan Raja
3. Kedaulatan Rakyat.
4. Kedaulatan Negara.
5. Kedaulatan Hukum.
Bentuk kedaulatan negara dan hukum menunjukkan kedaulatan yang tidak
dipegang oleh suatu persoon.
1. Kedaulatan Tuhan
Teori kedaulatan Tuhan dimana kekuasaan yang tertinggi ada pada Tuhan, jadi
didasarkan pada agama. Apabila pemerintah negara itu berbentuk kerajaan
(monarki) maka dinasti yang memerintah disana dianggap turunan dan mendapat
kekuasaannya dari Tuhan. Raja bisa menetapkan kepercayaan atau agama yang harus
dianut atau dipeluk oleh rakyat/warganya. Misalnya jika Tenno Heika di Jepang
dianggap berkuasa sebagai turunan dari Dewa matahari.
Tokoh – tokoh yang
menganut adalah :
1) Augustin
2) Thomas Aquinas
3) Marsilius
2. Kedaulatan Raja
Teori kedaulatan bahwa kekuasaan yang tertinggi ada pada raja hal ini dapat
digabungkan dengan teori pembenaran negara yang menimbulkan kekuasaan mutlak
pada raja/ satu penguasa. Kebijakan Raja bias melebihi kontitusi, bahkan dapat
melanggar hokum moral sehingga raja dapat berbuat atau bertindak sewenang –
wenang.
Tokoh – tokoh yang
menganut yaitu :
1) Thomas Hobbes.
2) L’etat cest moi yang diungkapkan oleh
Louis XVI
3) Nicollo Machiaverlli
4) Hegel
3. Kedaulatan Rakyat
Teori ini lahir dari reaksi pada kedaulatan raja. Sebagai pelopor teori ini
adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Menurut beliau bahwa raja memerintah
hanya sebagai wakil rakyat, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan
tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu. Itu sebabnya Rosseau dianggap
sebagai Bapak Kedaulatan Rakyat. Teori ini menjadi inspirasi banyak negara
termasuk Amerika Serikat dan Indonesia, dan dapat disimpulkan bahwa trend dan
simbol abad 20 adalah tentang kedaulatan rakyat.
Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau menyerahkan
kekuasaannya kepada negara. Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan
yang diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan. Bilamana pemerintah
ini melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan
bertindak mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada
kehendak umum yang disebut “volonte generale” oleh Rousseau. Apabila Raja
memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan
tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu.
Tokoh – tokoh yang menganut adalah :
1) John Locke
2) Jean Jacques Rousseau
3) Montesquie
4. Kedaulatan Negara
Menurut paham ini, Negaralah sumber dalam negara. Dari itu negara (dalam
arti government= pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas
terhadap life, liberty dan property dari warganya. Warga negara bersama-sama
hak miliknya tersebut, dapat dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara.
Mereka taat kepada hukum tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu adalah
kehendak negara.
Sehingga praktis rakyat tidak mempunyai kewenangan apa-apa dan tidak
memiliki kedaulatan. Tetapi wewenang tertinggi tersebut berada pada negara.
Sebenarnya negara hanyalah alat, bukan yang memiliki kedaulatan. Karena
pelaksanaan kedaulatan adalah negara, dan negara adalah abstrak maka kedaulatan
ada pada raja.
Tokoh – tokoh yang menganut adalah :
1) Jean Bodin
2) George Jellinek
3) Hitler
4) Musolini
5. Kedaulatan Hukum
Teori ini menunjukkan kekuasaan yang tertinggi terletak pada hukum yang
bersumber pada kesadaran hukum pada setiap orang. Maka dalam suatu Negara yang
menganut teori ini sering disebut Rechts Souvereinities bahwa baik raja,
rakyat, dan Negara harus taat serta patuh pada hokum. Siapa yang melanggar
hukum harus dikenakan sanksi/hukuman.
Menurut teori ini, hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari
kesadaran hukum manusia. Dan hukum merupakan sumber kedaulatan. Kesadaran hukum
inilah yang membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil. Teori ini
dipakai oleh Indonesia dengan mengubah Undang-Undang Dasarnya, dari konsep
kedaulatan rakyat yang diwakilkan menjadi kedaulatan hukum. Kedaulatan hukum
tercantum dalam UUD 1945 “Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh
Undang-Undang Dasar.
Tokoh yang menganut teori ini adalah :
1) Krabbe
2) Immanuel Kant
3) Kranenburg
D. Teori Kedaulatan yang Dianut
oleh Negara Republik Indonesia
Berdasarkan uraian tentang jenis kedaulatan seperti yang telah di jelaskan,
Bangsa Indonesia diketahui menganut kedaulatan rakyat. Dasar dari
penjelasan tersebut, dapat dilihat di dalam Pancasila sila ke-4.
Isinya adalah ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan”.
Bukti lain bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dapat kita temukan di
dalam isi Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4, yang perumusannya sebagai
berikut:
”….. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-undang Dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia”.
Bagaimana di dalam pasal-pasal UUD 1945? Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 2,
ditegaskan bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-undang Dasar.
Berdasarkan uraian tentang kedaulatan rakyat tersebut, jelaslah bahwa
negara kita termasuk penganut teori kedaulatan rakyat. Rakyat memiliki
kekuasaan yang tertinggi dalam negara, tetapi pelaksanaanya diatur oleh
undang-undang dasar.
Selain dari penganut jenis kedaulatan rakyat, ternyata UUD Negara RI Tahun
1945, juga menganut jenis kedaulatan hukum. Hal tersebut dapat ditemukan di
dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945, isinya adalah negara
Indonesia adalah negara hukum. Artinya negara kita bukan negara kekuasaan.
Bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara diatur menurut hukum yang berlaku. Misalnya peraturan berlalu
lintas di jalan raya diatur oleh peraturan lalu lintas. Menebang pohoh dihutan
diatur oleh peraturan, supaya tidak terjadi penggundulan hutan yang berakibat banjir,
dan contoh lainnya.
Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 juga merupakan dasar bahwa negara kita menganut
kedaulatan hukum isi lengkapnya adalah segala warga negara bersamaan
kedudukkanya dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Maknanya bahwa setiap warga negara
yang ada di wilayah negara kita kedudukan sama di dalam hukum, jika melanggar
hukum siapapun akan mendapat sanksi. Misalnya rakyat biasa, atau anak pejabat
jika mereka melanggar harus diberikan sanksi, mungkin berupa kurungan (penjara)
atau dikenakan denda.
E. MACAM – MACAM KEDAULATAN
RAKYAT
Kedaulatan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Kedaulatan ke dalam (internal sovereignity),
yaitu negara berhak mengatur segala kepentingan rakyat melalui berbagai lembaga
Negara dan perangkat lainnya tanpa campur tangan negara lain.
b. Kedaulatan ke luar (external sovereignity) yaitu
negara berhak untuk mengadakan hubungan atau kerjasama dengan negara-negara
lain, untuk kepentingan bangsa dan negara.
F. CARA PANDANG TENTANG
KEDAULATAN
Ada dua ajaran atau faham yang memberikan pengertian tentang kedaulatan
ini, yaitu:
1. Monisme, yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah tunggal, tidak dapat
dibagi-bagi, dan pemegang kedaulatan adalah pemegang wewenang tertinggi dalam
negara (baik yang berwujud persoon atau lembaga). Jadi wewenang tertinggi yang
menentukan wewenang-wewenang yang ada dalam negara tersebut
(Kompetenz-Kompetenz).
2. Pluralisme, ajaran yang menyatakan bahwa negara bukanlah satu-satunya
organisasi yang memiliki kedaulatan (Harold J Laski). Banyak
organisasi-organisasi lain yang ‘berdaulat‘ terhadap orang-orang dalam
masyarakat. Sehingga, tugas negara hanyalah mengkoordinir (koordineren)
organisasi yang berdaulat di bidangnya masing-masing. Keadaan ini oleh Baker
disebutkan sebagai “Polyarchisme”. Di lingkungan ajaran Katholik dikenal dengan
nama “subsidiaristeit beginsel” (prinsip subsidiaritas). Ajaran Pluralisme ini
lahir karena ajaran Monisme terlalu menekankan soal kekuatan atau menekankan
(force) hukum dalam melihat masyarakat negara, dan kurang menekankan soal
kehendak (will) dari rakyat seperti yang diajarkan Rousseau.
G. KEDAULATAN MENURUT UUD 1945
1. Kedaulatan Menurut UUD 1945 Sebelum Perubahan
Indonesia adalah salah satu negara yang menganut teori kedaulatan rakyat.
Hal itu terlihat dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “.....susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.....”. selanjutnya dijelaskan pula
dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil dekrit 5 juli 1959 atau sebelum perubahan
yang berbunyi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Menurut pasal tersebut maka MPR adalah
penjelmaan rakyat indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang memegang
kedaulatan rakyat sepenuhnya.
2. Kedaulatan Menurut UUD 1945 Setelah Perubahan
Perubahan UUD 1945 ketiga tahun 2001 yang diantaranya mengubah rumusan
pasal 2 ayat (2) UUD 1945 yang bunyinya menjadi: “Kedaulatan adalah ditangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Perubahan rumusan pasal 2
ayat (2) UUD 1945 tersebut membawa kosekuensi dan implikasi yang signifikan
terhadap fungsi dan kewenangan dari lembaga negara, terutama pada lembaga MPR
sebagai pelaksana kedaulatan rakyat sepenuhnya. Dengan demikian MPR tidak lagi
sebagai satu-satunya lembaga yang melakukan kedaulatan rakyat. Kedaulatan tetap
dipegang oleh rakyat, namun pelaksanaanya dilakukan oleh beberpa lembaga negara
yang memperoleh amanat dari rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
H. PERAN LEMBAGA NEGARA
UUD 1945 Bab I Bentuk dan Kedaulatan, Pasal 1 (2) menyatakan, bahwa
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar. Dengan ketentuan itu dapat diartikan, bahwa pemilik kedaulatan dalam
negara Indonesia ialah rakyat. Pelaksanaan ke-daulatan ditentukan menurut
Undang-Undang Dasar.
Pelaksana kedaulatan negara Indonesia menurut UUD 1945 adalah rakyat dan
lembaga-lembaga negara yang berfungsi menjalankan tugas-tugas kenegaraan
sebagai representasi kedaulatan rakyat. Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945
adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah
Konstitusi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Komisi Yudisial.
Pelaksanaan kedaulatan rakyat menurut Undang-Undang Dasar 1945 inilah sebagai
sistem peme-rintahan Indonesia. Dengan kata lain sistem pemerintahan Indonesia
adalah pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat sebagaimana
ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Penjelasan pelaksanaan kedaulatan
rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 diuraikan lebih lanjut di bawah
ini.
UUD 1945 menentukan, bahwa rakyat secara langsung dapat melaksanakan
kedaulatan yang dimilikinya. Keterlibatan rakyat sebagai pelaksana kedaulatan dalam
UUD 1945 ditentukan dalam hal:
a. Mengisi keanggotaan MPR, karena
anggota MPR yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD dipilih me¬lalui
pemilihan umum (Pasal 2 (1)).
b. Mengisi keanggotaan DPR melalui
pemilihan umum (Pasal 19 (1)).
c. Mengisi keanggotaan DPD (Pasal
22 C (1)).
d. Memilih Presiden dan Wakil Presiden
dalam satu pa-sangan secara langsung (Pasal 6 A (1)).
Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 adalah Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi, Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Komisi Pemilihan Umum
(KPU), dan Komisi Yudisial.
Adapun penjelasan tentang lembaga-lembaga negara pelaksanaan kedaulatan
rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 diuraikan lebih lanjut di bawah
ini.
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Pasal 2 (1) UUD
1945 menyatakan, bahwa MPR ter¬diri atas anggota DPR dan anggota DPD yang
dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Pemilihan umum anggota DPR dan anggota DPD diatur melalui UU No. 12 Tahun 2003.
Sedangkan keten-tuan tentang susunan dan kedudukan MPR diatur dengan UU No. 22
Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Dengan kedudukannya sebagai lembaga negara, MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara.
MPR merupakan lembaga permusyawaratan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Dengan kedudukannya sebagai lembaga negara, MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara.
MPR mempunyai
tugas dan wewenang se-bagai berikut:
a. Mengubah dan menetapkan UUD;
b. Melantik Presiden dan Wakil
Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam Sidang Paripurna MPR;
c. Memutuskan usul DPR berdasarkan
putusan Mahka¬mah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi
kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di Sidang Paripurna MPR;
d. Melantik Wakil Presiden menjadi
Presiden apabila Pre-siden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;
e. Memilih Wakil Presiden dari dua
calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden
dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari.
f. Memilih Presiden dan
Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa
jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan
Wakil Presiden-nya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan
sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga
puluh hari;
g. Menetapkan Peraturan Tata
Tertib dan kode etik MPR.
2. Presiden
UUD 1945 mengatur,
bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. warga negara Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehen¬daknya
sendiri (Pasal 6 (1) UUD 1945).
b. tidak pernah mengkhianati negara
(Pasal 6 (1) UUD 1945).
c. mampu secara rohani dan jasmani
untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Pre-siden
(Pasal 6 (1) UUD 1945).
d. dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat (Pasal 6 A (1)) UUD 1945).
e. diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai poli¬tik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pe¬milihan umum (Pasal 6 A (2) UUD 1945).
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Anggota DPR
dipilih melalui pemilihan umum (Pasal 19 (1) UUD 1945). Sedangkan susunan
keanggotaan DPR diatur melalui undang-undang (Pasal 19 (2) UUD 1945). Fungsi
DPR ditegaskan dalam Pasal 20A (1) UUD 1945, bahwa DPR memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi legislasi DPR antara
lain diwujudkan dalam pembentukan undang-undang bersama Presiden. Fungsi
anggaran DPR berupa penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara yang
diajukan Presiden. Sedangkan fungsi pengawasan DPR dapat meli- puti pengawasan
terhadap pelaksanaan undang-undang, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara, dan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah
sesuai dengan jiwa UUD 1945.
4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK merupakan
lembaga negara yang bebas dan mandiri dengan tugas khusus untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (Pasal 23 E (1) UUD 1945).
Kedudukan BPK yang bebas dan mandiri, berarti terlepas dari pengaruh dan
kekuasaan pemerintah, karena jika tunduk kepada pemerintah tidaklah mungkin
dapat melakukan kewajibannya dengan baik.
Dalam melaksanakan
tugasnya, BPK berwenang me- minta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap
orang, badan instansi pemerintah, atau badan swasta sepanjang tidak bertentangan
dengan undang-undang.
5. Mahkamah Agung (MA)
MA merupakan
lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Kons-
titusi di Indonesia (Pasal 24 (2) UUD 1945). Dalam melaksanakan kekuasaan
kehakiman, MA membawa- hi beberapa macam lingkungan peradilan, yaitu Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara
(Pasal 24 (2) UUD 1945).
Oleh karena itu
dalam melaksanakan tugas- nya, MA terlepas dari pengaruh pemerintah dan pe-
ngaruh-pengaruh lembaga lainnya. Sebagai lembaga judikatif, MA memiliki
kekuasaan dalam memutuskan permohonan kasasi (tingkat banding terakhir),
memeriksa dan memutuskan sengketa tentang kewenangan mengadili, dan peninjauan
kembali putusan pengadilan yang telah mem- peroleh kekuatan hukum tetap. MA
juga berwenang untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah un-
dang-undang terhadap undang-undang serta mempunyai wewenang lainnya yang
diberikan oleh undang-undang.
MA merupakan
lembaga peradilan umum di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menganut
sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.
6. Mahkamah Konstitusi
UUD 1945
menyebutkan adanya Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan
untuk
1) mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir untuk menguji undang-undang terhadap UUD,
2) memutus seng- keta kewenangan lembaga
negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD,
3) memutus pembuba- ran partai
politik,
4) memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum (Pasal 24 C (1)),
5) wajib memberikan putusan atas
pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
menurut UUD (Pasal 24 C (2) UUD 1945).
7. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
DPD merupakan
bagian dari keanggota- an MPR yang dipilih melalui pemilihan umum dari setiap
propinsi (Pasal 2 (1) dan Pasal 22 C (1) UUD 1945). DPD merupakan wakil-wakil
propinsi (Pasal 32 UU No. 22 Tahun 2003). Oleh karena itu, anggota DPD
berdomisili di daerah pemilihannya, dan selama bersidang bertempat tinggal di
ibukota negara RI (Pasal 33 (4) UU No. 22 Tahun 2003).
Kewenangan DPD
dituangkan dalam Pasal 22 D UUD 1945, yaitu:
a. mengajukan kepada DPR rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah;
b. ikut membahas rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran serta peng- gabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah;
c. memberikan pertimbangan kepada
DPR atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
d. Melaksanakan pengawasan atas
pelaksanaan undang- undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan
agama, serta
8. Pemerintah Daerah
Pemerintah Derah
merupakan penyelenggara peme- rintahan daerah. Keberadaan pemerintahan daerah
di- landasi oleh ketentuan UUD 1945 Pasal 18 (1) yang me- nyatakan, bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan da- erah, yang diatur dengan
undang- undang.
Pemerintahan
daerah dibedakan antara pemerintah- an daerah provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten/ kota (Pasal 3 UU No. 32 Tahun 2004). Pemerintahan daerah provinsi
terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi. Sedangkan
pemerintahan daerah kabupaten/kota terdiri atas pemerintah daerah
kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Dalam Pasal 24 UU No. 32 Tahun 2004
dibedakan sebutan kepala daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Pemerintah
daerah provinsi dipimpin oleh Gubernur seba- gai kepala daerah provinsi.
Pemerintah daerah kabupaten dipimpin oleh Bupati sebagai kepala daerah
kabupaten. Pemerintah daerah kota dipimpin oleh Walikota sebagai kepala daerah
kota.
9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
DPRD dalam UU No.
22 Tahun 2003 tentang Su- sunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD di-
nyatakan, bahwa DPRD terdiri atas DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. DPRD
merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan daerah (Pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004).
DPRD Propinsi
merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lem baga
daerah propinsi (Pasal 60 UU No. 22 Tahun 2003). Sedangkan DPRD Kabupaten/Kota
merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga
pemerintahan daerah kabupaten/kota (Pasal 76 UU No. 22 Tahun 2003). Fungsi DPRD
secara umum sama dengan fungsi DPR, yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan.
10. Komisi Pemilihan Umum
Komisi pemilihan
umum merupa-kan komisi yang bertanggung jawab akan pelaksanaan pemilihan umum
di Indonesia. Komisi pemilihan umum bersifat nasional, tetap, dan mandiri
(Pasal 22 E (5) UUD 1945). Komisi pemilihan umum sebagai lembaga pemilihan umum
yang selanjutnya disebut KPU (Pasal 1 (6) UU No. 22 Tahun 2007 ten- tang
Penyelenggara Pemilihan Umum). KPU menyelenggarakan pemilihan umum untuk
memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala
daerah dan wakil kepala daerah secara langsung oleh rakyat (Pasal 1 (5) UU No.
22 Tahun 2007). Susunan organisasi penyelenggara pe- milihan umum berdasarkan
Pasal 4 UU No. 22 Tahun 2007 adalah: a. KPU berkedudukan di ibu kota negara
Republik Indo- nesia. b. KPU Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi. c. KPU
Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Dalam
menyelenggarakan pemilihan umum, KPU berpedoman kepada asas sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 2 UU No. 22 Tahun 2007 sebagai berikut:
a. Mandiri,
b. Jujur,
c. Adil,
d. Kepastian hukum,
e. Tertib penyelenggara pemilihan umum,
f. Kepentingan umum,
g. Keterbukaan,
h. Proporsionalitas,
i. Profesionalitas,
j. Akuntabilitas,
k. Efisiensi, dan
l. Efektivitas.
b. Jujur,
c. Adil,
d. Kepastian hukum,
e. Tertib penyelenggara pemilihan umum,
f. Kepentingan umum,
g. Keterbukaan,
h. Proporsionalitas,
i. Profesionalitas,
j. Akuntabilitas,
k. Efisiensi, dan
l. Efektivitas.
11. Komisi Yudisial
Komisi Yudisial
adalah lembaga yang mandiri yang dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR
(Pasal 24 B (3) UUD 1945). Anggota Komisi Yudisial harus mempu¬nyai pengetahuan
dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang
tidak tercela (Pasal 24 B (2) UUD 1945).
Komisi Yudisial
berwenang mengusulkan pengangka- tan hakim agung serta menjaga dan menegakkan
kehor- matan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim (Pasal 24 B (1) UUD 1945).
I. SIKAP
POSITIF TERHADAP KEDAULATAN RAKYAT
Secara umum dapat di- katakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
yang teror- ganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai,
dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan
politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional
untuk melaksanakan kebijakan mer- eka. Sedangkan menurut Pasal 1 UU No. 2 Tahun
2008 tetang Partai Politik, bahwa yang disebut partai politik adalah organisasi
yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia
secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memper-
juangkan dan membela kepentingan politik anggota, ma- syarakat, bangsa, dan
negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Salah satu tugas dari partai politik adalah menyalur¬kan aneka ragam
pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga
kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Dalam masyara¬kat modern
yang begitu luas, pendapat dan aspirasi se¬seorang atau suatu kelompok akan
hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir, apabila tidak ditampung dan
digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini
dinamakan “penggabungan kepenti-ngan” (interest aggregation). Sesudah digabung,
pendapat dan aspirasi ini diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur.
Proses ini dinamakan “perumusan kepentingan” (interest articulation).
Melalui pemilihan seperti itulah akan dibentuk lem¬baga-lembaga negara
sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu lembaga negara yang dibentuk
dalam sistem pemerintahan Indonesia adalah DPRD.
J. KESIMPULAN
1. Kedaulatan rakyat membawa
konsekuensi, rakyat sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. UUD 1945 menyatakan, bahwa Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
2. Dengan ketentuan itu dapat diartikan,
bahwa pemilik kedaulatan dalam negara Indonesia ialah rakyat. Pelaksana
kedaulatan negara Indonesia menurut UUD 1945 adalah rakyat dan lem¬baga-lembaga
negara yang berfungsi menjalankan tugas-tugas kenegaraan sebagai representasi
kedaulatan rakyat.
3. Pelaksanaan pemerintahan Indone¬sia
berdasarkan UUD 1945 tersebut dikenal dengan sistem pemerintahan Indonesia.
4. Dalam membangun sikap positif
terhadap kedaulatan rakyat dan sistem pemerintahan Indonesia antara lain dapat
dilakukan dengan mengenal partai-partai politik, menghargai hasil pemilihan
umum, dan menghormati ke¬beradaan lembaga-lembaga negara.
Tata Kelola Perusahaan (Good Corporate
Governance)
Struktur
Tata Kelola Perusahaan
Struktur
Tata Kelola Perusahaan meliputi organ utama dan organ pendukung. Organ Utama di
Perum BULOG meliputi Rapat Pembahasan Bersama (RPB), Dewan Pengawas dan
Direksi. Sedangkan Organ Pendukung meliputi Komite di bawah Dewan Pengawas,
Sekretaris Perusahaan, Satuan Pengawas Intern dan Auditor Eksternal. Fungsi
utama organ pendukung adalah membantu organ utama Direksi dan Dewan Pengawas
untuk menjalankan operasional perusahaan.
A.
Rapat Pembahasan Bersama (RPB)
Rapat
Pembahasan Bersama (RPB) merupakan organ yang memegang kekuasaan tertinggi
dalam perusahaan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada
Direksi atau Dewan Pengawas. Rapat Pembahasan Bersama diselenggarakan oleh
Kementerian BUMN selaku Wakil Pemerintah sebagai Pemilik Modal Perum BULOG dan
dihadiri oleh Menteri Negara BUMN cq. Deputi Teknis Kemeterian BUMN beserta
jajarannya, Dewan Pengawas dan Direksi beserta jajarannya.
RPB dalam perusahaan terdiri dari RPB Tahunan dan RPB Luar Biasa. Pelaksanaan RPB Tahunan diselenggarakan antara lain untuk menyetujui/mengesahkan Laporan Tahunan dan Perhitungan Tahunan, Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) serta Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP). Sedangkan Pelaksanaan RPB Luar Biasa dapat diadakan setiap saat jika dianggap perlu, untuk menetapkan atau memutuskan hal-hal yang tidak dilakukan pada RPB Tahunan.
RPB dalam perusahaan terdiri dari RPB Tahunan dan RPB Luar Biasa. Pelaksanaan RPB Tahunan diselenggarakan antara lain untuk menyetujui/mengesahkan Laporan Tahunan dan Perhitungan Tahunan, Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) serta Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP). Sedangkan Pelaksanaan RPB Luar Biasa dapat diadakan setiap saat jika dianggap perlu, untuk menetapkan atau memutuskan hal-hal yang tidak dilakukan pada RPB Tahunan.
B.
Dewan Pengawas
Dewan
Pengawas adalah organ perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada Direksi jika dipandang perlu dalam mengelola
perusahaan serta memantau efektifitas praktek Good Corporate Governance (GCG)
yang diterapkan Perum BULOG.
Berdasarkan Kep-01/DEWAS/V/2012 tentang Organisasi dan Tata kerja Dewan Pengawas Perum BULOG, Dewan Pengawas adalah organ perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi jika dipandang perlu dalam pengurusan Perusahaan .
Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Pengawas bertanggung jawab antara lain :
Berdasarkan Kep-01/DEWAS/V/2012 tentang Organisasi dan Tata kerja Dewan Pengawas Perum BULOG, Dewan Pengawas adalah organ perusahaan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi jika dipandang perlu dalam pengurusan Perusahaan .
Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Pengawas bertanggung jawab antara lain :
a. Bertanggung jawab untuk
melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan Perusahaan yang dilakukan
oleh Direksi.
b. Bertanggung jawab untuk
memberikan nasihat kepada Direksi dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan
Perusahaan.
c. Bertanggung jawab untuk
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan RJPP, RKAP, Ketentuan Anggaran Dasar,
Keputusan
Rapat
Dewan Pengawas dan Direksi, Keputusan Rapat Pembahasan Bersama (RPB) dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk membantu kelancaran
pelaksanaan tugasnya di lingkungan kerja Dewan Pengawas, maka Ketua Dewan
Pengawas dapat mengangkat seorang Sekretaris Dewan Pengawas. Dalam rangka
pelaksanaan tugasnya, Dewan Pengawas mengadakan rapat secara berkala
sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu
apabila dipandang perlu, Dewan Pengawas dapat mengundang Direksi untuk membahas
hal-hal penting dan mendesak yang memerlukan persetujuan Dewan Pengawas. Setiap
pelaksanaan rapat Dewan Pengawas harus dibuat risalah rapat oleh Sekretaris
Dewan Pengawas.
C.
Direksi
Direksi
merupakan organ perusahaan yang bertanggung jawab atas kepengurusan perusahaan
untuk kepentingan dan tujuan perusahaan. Direksi diangkat berdasarkan
pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku
yang baik, dedikasi tinggi untuk memajukan perusahaan. Dan telah melewati fit
and proper test. Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Sesuai anggaran Dasar
Perum BULOG, tugas dan tanggung jawab direksi adalah sebagai berikut :
o Memimpin, mengurus dan
mengelola Perusahaan sesuai dengan tujuan Perusahaan dengan senantiasa berusaha
meningkatkan daya guna dan hasil guna Perusahaan;
o Menguasai, memelihara dan
mengurus kekayaan Perusahaan;
o Mewakili Perusahaan di
dalam dan di luar Pengadilan;
o Menyiapkan Rencana Jangka
Panjang serta Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan;
o Mengadakan dan memelihara
pembukuan dan administrasi Perusahaan sesuai dengan kelaziman yang berlaku bagi
suatu Perusahaan;
o Menyiapkan struktur
organisasi dan tata kerja Perusahaan lengkap dengan perincian tugasnya:
melakukan kerjasama usaha, membentuk anak Perusahaan dan melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain dengan persetujuan Menteri Keuangan;
melakukan kerjasama usaha, membentuk anak Perusahaan dan melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain dengan persetujuan Menteri Keuangan;
o Menyiapkan laporan tahunan
dan laporan berkala.
Sesuai
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-01/MBU/2011 pasal 19, tugas dan
tanggung jawab Direksi diperluas untuk hal-hal sebagai berikut :
o Direksi harus melaksanakan
tugasnya dengan itikad baik untuk kepentingan BUMN dan sesuai dengan maksud dan
tujuan BUMN, serta memastikan agar BUMN melaksanakan tanggung jawab sosialnya
serta memperhatikan kepentingan dari berbagai Pemangku Kepentingan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
o Salah seorang anggota
Direksi ditunjuk oleh Rapat Direksi sebagai penanggung jawab dalam penerapan
dan pemantauan GCG di BUMN yang bersangkutan.
o Direksi harus menyampaikan
informasi mengenai identitas, pekerjaan-pekerjaan utamanya, jabatan Dewan
Komisaris di anak perusahaan/perusahaan patungan dan/atau perusahaan lain,
termasuk rapat-rapat yang dilakukan dalam satu tahun buku (rapat internal
maupun rapat gabungan dengan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas), serta gaji, fasilitas,
dan/atau tunjangan lain yang diterima dari BUMN yang bersangkutan dan anak
perusahaan/perusahaan patungan BUMN yang bersangkutan, untuk dimuat dalam
Laporan Tahunan BUMN.
o Direksi wajib melaporkan
kepada BUMN mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya (istri/suami dan
anak-anaknya) pada BUMN yang bersangkutan dan perusahaan lain, termasuk setiap
perubahannya.
Dalam
mendukung kelancaran pelaksanaan tugasnya, Direksi mengadakan Rapat Direksi 1
(satu) kali dalam seminggu setiap hari Selasa. Selain rapat Direksi, Direksi
juga menghadiri Rapat Gabungan antara Dewan Pengawas dan Direksi yang
diselenggarakan 1 (satu) kali dalam sebulan. Setiap pelaksanaan rapat Direksi
harus dibuatkan risalah rapat oleh Sekretaris Perusahaan, sedangkan risalah
rapat gabungan Dewas Direksi dibuat oleh Sekretaris Perusahaan bersama
Sekretaris Dewan Pengawas.
D.
Komite di bawah Dewan Pengawas
Berdasarkan
Surat Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor S-375/MBU.Wk/2011 tentang
Kebijakan Menteri Negara BUMN Dalam Pengurusan dan Pengawasan BUMN, dan
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-12/MBU/2012 tentang
Organ Pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara, bahwa
Dewan Pengawas wajib membentuk Komite Audit dan 1 (satu) Komite lainnya yang
bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Dewan Pengawas dalam
melaksanakan tugasnya. Sesuai dengan peraturan tersebut, maka Dewan Pengawas
Perum BULOG sepakat membentuk 2 (dua) Komite yaitu Komite Audit dan Komite Tata
Kelola Perusahaan yang tercantum dalam dengan Keputusan Dewan Pengawas Perum
BULOG Nomor KEP-01/DEWAS/V/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dewan
Pengawas Perum BULOG.
Komite Audit diketuai oleh anggota Dewan Pengawas Ardiansyah Parman, sedangkan Komite Tata Kelola Perusahaan diketuai oleh anggota Dewan Pengawas Johanes Budi Rahardjo.
Komite Audit berdasarkan peraturan Kementerian BUMN Nomor Per-05/MBU/2006 tanggal 20 Desember 2006, bertugas membantu Dewas dalam:
Komite Audit diketuai oleh anggota Dewan Pengawas Ardiansyah Parman, sedangkan Komite Tata Kelola Perusahaan diketuai oleh anggota Dewan Pengawas Johanes Budi Rahardjo.
Komite Audit berdasarkan peraturan Kementerian BUMN Nomor Per-05/MBU/2006 tanggal 20 Desember 2006, bertugas membantu Dewas dalam:
0. Memastikan efektifitas
sistem dan pengendalian intern serta efektifitas pelaksanaan tugas eksternal
auditor dan internal auditor;
1. Menilai pelaksanaan
kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh SPI maupun Auditor Eksternal;
2. Memberikan rekomendasi
mengenai penyempurnaan sistem dan pengendalian manajemen serta pelaksanaannya;
3. Memastikan telah terdapat
prosedur review yang memuaskan terhadap segala informasi yang dikeluarkan
perusahaan ;
4. Melakukan identifikasi
terhadap hal-hal yang memerlukan perhatian Dewas serta tugas-tugas Dewas
lainnya.
Komite
Tata Kelola Perusahaan mempunyai tugas membantu Dewas dalam:
5. Memantau penerapan tata
kelola perusahaan yang baik (TKP) pada Perum BULOG baik pusat maupun daerah;
6. Melakukan evaluasi
terhadap penerapan TKP dalam rangka meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan
memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional;
7. Melakukan kajian terhadap
penerapan TKP dalam rangka peningkatan pelaksanaan TKP di masa yang akan
datang;
8. Memantau kegiatan pengelolaan
manajemen risiko di bidang operasi dan pengembangan usaha dalam rangka
mengurangi kerugian atau yang dapat mengganggu kelangsungan perusahaan;
9. Melakukan penilaian secara
berkala dan merekomendasikan risiko usaha dari kegiatan operasi dan pengembangan
usaha;
10. Melakukan evaluasi
terhadap risiko usaha baik pada kegiatan operasi dan pengembangan usaha yang
merupakan kajian terhadap tahapan pengendalian risiko untuk masukan dalam
pengendalian risiko berikutnya dan atau kebijakan selanjutnya;
11. Melakukan penilaian secara
berkala dan merekomendasikan tentang Pengembangan terhadap kebijakan dan
strategi di bidang industry, perdaganganjasa dan lain-lainyang berkaitan dengan
kegiatan perusahaan;
12. Melakukan evaluasi
terhadap Pengembangan kebijakan dan strategi di bidang industry, perdagangan,
jasa dan lainnya yag diberkaitan dengan kegiatan perusahaan;
13. Melaporkan secara berkala
hasil pelaksanaan tugas kepada Ketua Dewan Pengawas.
E.
Satuan Pengawas Intern (SPI)
Fungsi
Audit Internal di Perum BULOG dijalankan oleh Satuan Pengawas Intern (SPI).
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2003 tentang Pendirian BULOG, Satuan
Pengawas Intern bertanggung jawab kepada Direktur Utama dan bertugas membantu
Direktur Utama dalam melaksanakan pemeriksaan intern keuangan dan pemeriksaan
operasional perusahaan serta menilai pengendalian, pengelolaan dan
pelaksanaannya pada perusahaan serta memberikan saran-saran perbaikan.
Dalam
pelaksanaan kegiatannya, SPI dipimpin oleh seorang Kepala SPI yang bertanggung
jawab langsung kepada Direktur Utama dan membawahi 4 Koordinator Pengawasan
Wilayah (Korwil), Kabag Administrasi, dan 26 Kabid Pengawasan Divre dengan
jumlah personil keseluruhan sebanyak 241 orang. Selain melakukan audit kegiatan
manajemen perusahaan, SPI juga melakukan evaluasi kecukupan dan efektifitas
sistem pengendalian intern dan manajemen risiko, melakukan investigasi dan
audit khusus terhadap kasus yang berindikasi adanya kecurangan (fraud).
Kedudukan
tugas dan tanggung jawab SPI dituangkan dalam Internal Audit Charter . Internal
Audit Charter dimaksudkan sebagai acuan kerja bagi para auditor internal SPI
Perum Bulog sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara profesional serta
sesuai dengan prinsip-prinsip GCG. Sesuai ketentuan Internal Audit Charter dan
Pedoman Pemeriksaan, pelaksanaan tugas pengawasan SPI didasarkan atas Program
Kerja Pemeriksaan Tahunan (PKPT) yang kemudian atas hasilnya pengawasannya
dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Program Kerja Pemeriksaan
Tahunan (PKPT) dilaksanakan setiap tahun baik tingkat SPI Pusat maupun SPI
Divre.
F.
Sekretaris Perusahaan
Perusahaan
mengangkat Sekretaris Perusahaan (Sesper) yang bertindak sebagai pejabat
penghubung (“liaison officer”) antara Pemilik Modal, Dewan Pengawas, Direksi,
unit kerja perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya. Sekretaris Perusahaan
bertanggung jawab memberikan dan menyiapkan informasi untuk Direksi dan Dewan
Pengawas secara berkala apabila diminta. Sesuai Peraturan Menteri Negara BUMN
Nomor Per-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola yang
Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, sesper memiliki
fungsi :
o Memastikan BUMN mematuhi
peraturan tentang persyaratan keterbukaan sejalan dengan penerapan prinsip –
prinsip GCG;
o Memberikan informasi yang
dibutuhkan oleh Direksi dan Dewan Pengawas secara berkala dan/atau
sewaktu-waktu apabila diminta;
o Sebagai penghubung
(liaision officer) ; dan
o Menatausahakan serta
menyimpan dokumen perusahaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada daftar
Pemegamg Saham, Daftar Khusus dan risalah rapat Direksi, rapan Dewan Komisaris
atau Dewan Pengawas dan RUPS.
G.
Auditor Eksternal
Auditor
Eksternal sebagai pihak yang independen dan profesional memberikan pernyataan
pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum. Auditor eksternal ditetapkan dalam RPB dari calon-calon yang
diajukan oleh Dewan Pengawas. Auditor Eksternal harus bebas dari pengaruh Dewan
Pengawas, Direksi dan pemangku kepentingan di perusahaan serta tidak
diperbolehkan memberikan jasa lain di luar audit selama periode pemeriksaan.
Pemeriksaan oleh Auditor Ekstern dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan
yang berlaku umum dan sesuai dengan kode etik profesi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar